WAKTU merupakan hal yang tak bisa kita lepaskan dari dunia ini. Ia sangat berkaitan erat dengan kelangsungan hidup kita. Bahkan, masalah waktu ini telah dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya, sebagai petunjuk bagi kita. Lalu, bagaimana Islam memandang waktu?
Islam menjadikan waktu sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagaimana telah diisyaratkan oleh Allah yang telah bersumpah dengan nama waktu di dalam banyak ayat, di antaranya dalam firman-Nya:
{ وَالْعَصْرِ, إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ }
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,” (QS. Al-`Ashr: 1-2).
{ وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى, وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى }
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang,” (QS. Al-Lail: 1-2).
{ وَالضُّحَى, وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى }
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),” (QS. Adh-Dhuha : 1-2).
BACA JUGA: Perbaiki Dirimu, Mumpung Masih Diberi Waktu
Dan tidaklah Allah bersumpah di beberapa ayat dengan nama waktu, melainkan hal tersebut menunjukkan atas kemuliaan serta keagungan hal tersebut, yaitu dalam hal ini adalah waktu.
Islam mendorong manusia untuk menggunakan waktu dengan baik, agar bisa mengambil pelajaran dan bersyukur atas nikmat waktu yang Allah anugerahkan.
Allah telah berfirman:
{ وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا }
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur,” (QS. Al-Furqan: 62).
Yaitu dengan perputaran waktu, maka manusia dapat mengambil pelajaran yang sangat penting mengenai tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah serta menjalankan syariat-Nya, mengingat ajal yang pasti akan menjemputnya, dan mempersiapkan bekal bagi kehidupan di akhiratnya yang kekal dan abadi.
Islam telah memberikan pujiannya serta mensifati orang-orang yang mengisi waktunya dengan berfikir dan menjalankan ketaatan di jalan Allah dengan sebutan Ulil Albab (orang yang berakal).
Allah telah berfirman:
{ إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ }
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (QS. Ali Imran: 190).
Berdasarkan ayat di atas, maka orang-orang yang tidak bisa mensyukuri serta mengisi waktunya dengan berpikir dan menjalankan ketaatan di jalan Allah maka tidaklah pantas untuk dikatakan sebagi manusia yang berakal, wal `iyadzu billah.
Waktu adalah nikmat dan karunia Allah yang terlupakan oleh kebanyakan manusia.
Rasulullah pernah bersabda:
(( نعمتانِ مغْبونٌ فيهما كثيرُ من الناس : الصِحةُ والفراغُ ))
“Dua nikmat yang kebanyakan manusia rugi di dalamnya, ‘Kesehatan dan waktu luang’,” (HR. Bukhari).
Akan tetapi, sangat disayangkan sekali, banyak sekali manusia yang lalai akan kedua nikmat ini. Dan mereka pun baru menyadari akan besarnya nikmat ini setelah mereka kehilangannya.
Kehilangan kesehatan yang telah berganti dengan sakit menahun yang berkepanjangan tidak diketahui ujungnya, dan kehilangan waktu luang yang telah berganti dengan kegiatan dan kesibukan yang tiada henti dan datang secara bertubi-tubi, wal `iyadzu billah. Kita akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah akan waktu yang telah kita pergunakan.
BAC AJUGA: 9 Keutamaan Shalat Berjamaah Tepat Waktu
Rasulullah pernah menjelaskan hal ini di dalam sabdanya:
(( لنْ تزُولَ قدما عبد يوم القيامة حتى يُسألُ عن أربع :
عن عمره فيما أفناه ، وعن شبابه فيما أبلاه ، وعن علمه ماذا عمِل به ،
وعن ماله من أين أخذه وفيما أنفقه ))
“Tidak tergelincir kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan empat hal, umurnya dihabiskan untuk apa, waktu mudanya digunakan untuk apa, ilmunya apakah diamalkan atau tidak, hartanya dari mana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya,” (Hadist Hasan, Riwayat Tirmidzi).
Umat manusia benar-benar berada di dalam kerugian yang nyata apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah seoptimal mungkin untuk berjalan di atas ketaatan-Nya.
{ وَالْعَصْرِ, إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ, إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ }
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran,” (QS. Al-`Ashr: 1-3). []