HATI yang baik akan membawa seluruh anggota badannya dalam kebaikan. Tapi, bagaimanakah caranya kita tahu bahwa hati kita sudah baik? Apa yang menjadi sebuah indikator baiknya hati?
Syaikh Sholih Al Fauzan –semoga Allah memberkahi umur beliau dalam kebaikan dan ketaatan- mengatakan, “Baiknya hati adalah dengan takut pada Allah, rasa khawatir pada siksa-Nya, bertakwa dan mencintai-Nya. Jika hati itu rusak, yaitu tidak ada rasa takut pada Allah, tidak khawatir akan siksa-Nya, dan tidak mencintai-Nya, maka seluruh badan akan ikut rusak.
Karena hati yang memegang kendali seluruh jasad. Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh yang dikendalikan. Oleh karena itu, seorang muslim hendaklah meminta pada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh urusannya. Sebaliknya, jika rusak, maka tidak baik pula urusannya,” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 109).
Karenanya, yang sering Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– minta dalam do’anya adalah agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan. Beliau sering berdo’a, “Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya,” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam riwayat lain dikatakan, “Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya,” (HR. Ahmad 3: 257. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim). []
Sumber : rumaysho.com