TANYA: Apakah orang yang tidak mampu harus tetap membayar zakat fitrah?
Jawab: (Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits) ulama berselisih pendapat tentang ukuran mampu (ketentuan zakat), terkait kewajiban zakat fitri.
BACA JUGA: Berapakah Ukuran Zakat Fitrah?
Mayoritas ulama (Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) memberikan batasan, bahwa jika seseorang memiliki sisa makanan untuk dirinya dan keluarganya pada malam hari raya dan besok paginya maka dia wajib membayar zakat fitrah, karena dalam Islam, orang yang berada dalam keadaan semacam ini telah dianggap berkecukupan.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang meminta, sementara dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka dia telah memperbanyak api neraka (yang akan membakar dirinya).”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa ukuran sesuatu yang mencukupinya (sehingga tidak boleh meminta)?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dia memiliki sesuatu yang mengenyangkan untuk (dirinya dan keluarganya) selama sehari-semalam,” (HR. Abu Daud; dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani).
Imam Ahmad ditanya, “Apakah orang miskin wajib mengeluarkan zakat fitrah?”
Beliau rahimahullah menjawab:
إِذَا كَانَ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَمَا فَضُلَ عَنْهُ لِيُؤَدِّي
“Jika dia memiliki bahan makanan yang cukup untuk satu hari maka sisanya ditunaikan untuk zakat.”
Beliau ditanya lagi, “Jika dia tidak memiliki apa pun?” Imam Ahmad menjawab, “Dia tidak wajib membayar zakat apa pun,” (Al-Masail Imam Ahmad, riwayat Abu Daud, 1:124).
Ibnu Qudamah mengatakan, “Zakat fitrah tidak wajib kecuali dengan dua syarat. Salah satunya, dia memiliki sisa makanan untuk dirinya dan keluarganya pada malam dan siang hari raya sebanyak satu sha’. Karena nafkah untuk pribadi itu lebih penting, sehingga wajib untuk didahulukan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Mulai dari dirimu dan orang yang kamu tanggung nafkahnya’,” (HR. At-Turmudzi), (lihat Al-Kafi fi Fiqh Hanbali, 1:412).
Kemudian Ibnu Qudamah memberikan rincian; jika tersisa satu sha’ (dari kebutuhan makan sehari-semalam ketika hari raya) maka dia membayarkan satu sha’ tersebut sebagai zakat untuk dirinya. Jika tersisa lebih dari 1 sha’ (misalnya: 2 sha’) maka satu sha’ untuk zakat dirinya dan satu sha’ berikutnya dibayarkan sebagai zakat untuk orang yang paling berhak untuk didahulukan dalam mendapatkan nafkah (misalnya: istri). Jika sisanya kurang dari satu sha’, apakah sisa ini bisa dibayarkan sebagai zakat? Dalam hal ini, ada dua pendapat:
1. Wajib ditunaikan sebagai zakat, berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Jika aku perintahkan sesuatu maka amalkanlah semampu kalian,’ (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Tidak wajib ditunaikan, karena belum memenuhi ukuran zakat yang harus ditunaikan (yaitu satu sha’).
Jika terdapat sisa satu sha’ namun dia memiliki hutang, manakah yang harus didahulukan? Dalam hal ini, ada dua keadaan:
1. Orang yang memberi hutang meminta agar segera dilunasi maka didahulukan pelunasan hutang daripada zakat, karena ini adalah hak anak Adam yang bersifat mendesak.
2. Orang yang memberi hutang tidak menagih hutangnya maka wajib dibayarkan untuk zakat, karena kewajiban zakat ini mendesak sementara kewajiban membayar hutang tidak mendesak sehingga lebih didahulukan zakat.
BACA JUGA: Sedekah bagi Orang Miskin, Bagaimana?
Catatan berapa ketentuan zakat bagi yang tidak mampu: terkadang ada orang yang berhak menerima zakat dan sekaligus berkewajiban membayar zakat fitrah, karena dia memiliki simpanan beras, lebih dari yang dia butuhkan, baik beras itu berasal dari panen sendiri, diberi oleh orang lain, atau beras yang dikumpulkan dari setiap orang yang memberikan zakat fitrah kepadanya. Allahu A’lam. []
Sumber: konsultasisyariah.com