“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya,” (Al Ahzab: 4).
SEORANG ibu tetaplah seorang ibu. Manakala menunaikan kewajiban shalat, ada anak yang terus membutuhkannya—utamanya bayi. Bagaimana Rasul SAW mengajarkan ummahat melakukan shalat ketika juga harus menggendong bayi?
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullaah menjawab, “Shalat wanita sambil menggendong anaknya tidak apa-apa bila anaknya dalam keadaan suci dan memang butuh digendong karena mungkin anaknya menangis dan bisa menyibukkan si ibu apabila tidak menggendongnya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah shalat sambil menggendong cucu beliau Umamah bintu Zainab bintu Rasulullah. Ketika itu Rasulullah shalat mengimami orang-orang dalam keadaan Umamah dalam gendongan beliau. Bila berdiri, beliau menggendong Umamah dan di saat sujud beliau meletakkannya. Apabila seorang ibu melakukan hal tersebut maka tidak apa-apa, tetapi yang lebih utama tidak melakukannya melainkan jika ada kebutuhan. (Nurun ‘alad Darb, hlm. 17)
Ini merupakan bentuk kasih sayang terhadap anak-anak dan bayi-bayi. Karena apabila mereka menangis sementara seseorang sedang shalat. Terkadang tangisan mereka menyibukkan dia dari shalatnya. Allah ta’ala berfirman,
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya,” (Al Ahzab: 4).
Yang harus diperhatikan adalah perkara yang berkaitan dengan syarat suatu kesucian. Bila dia bisa terhindar dari kotorannya, maka tidak mengapa yang demikian. Namun apabila terdapat kotoran padanya, semisal air kencing atau selainnya, maka tidak boleh.
Dan kisah Umamah dikemungkinkan bahwa dia dalam keadaan bersih dari najis kencing atau tahi, sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama rahimahumullah. []
Sumber: Anak Amanah Ilahi karya Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri/Penerbit: Penerbit Al-Husna bekerja sama dengan Al Fath Media, hal. 88-89