Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustadz, saya pernah shalat di masjid Rest Area jalan tol. Di sana saya melihat ada orang yang tengah shalat, dan ketika ada orang berjalan melewati di depannya, seketika orang yang sedang shalat itu menjulurkan tangannya untuk menghalangi orang itu lewat. Saya belum mengerti apa yang ia lakukan, apakah tidak boleh berjalan di hadapan orang yang sedang shalat? Mohon penjelasan ustadz.
Terimakasih
Dian, Lebak Bulus
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ukhti Dian, yang dilakukan oleh orang yang tengah shalat itu sejatinya mengamalkan perintah Rasulullah saw sebagaimana yang disebutkan dalam sabda beliau, “Jika seseorang dari kalian sedang shalat, maka jangan membiarkan seseorang lewat di depannya, dan hendaknya dia larang menurut kemampuannya, jika dia enggan, maka hendaknya diperanginya, karena sesungguhnya dia setan.” (HR. Bukhari dan Muslim )
Hadits tersebut menjelaskan agar orang yang tengah shalat mencegah orang yang lewat di hadapannya menurut kemampuannya. Di antara yang dilakukan adalah dengan menjulurkan tangan sebagai pertanda ada orang yang sedang shalat, jangan dilewati.
Hal itu perlu dilakukan karena ada larangan Rasulullahh untuk melewati orang yang sedang shalat. Seperti disebutkan dalam sabda Nabi saw, ”Jika saja seorang lewat di hadapan seorang yang shalat mengetahui dosa yang dilakukannya, maka sungguh jika dia berdiri selama empat puluh (hari atau bulan atau tahun) lebih baik baginya daripada lewat di hadapan orang yang shalat tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun sejatinya jika orang yang tengah shalat itu telah meletakan sutrah di hadapannya maka tidak masalah, boleh berjalan di hadapannya. Sutrah adalah pembatas yang terletak atau diletakkan di depan orang yang sedang melaksanakan shalat. Tujuannya menghalangi orang atau binatang yang melewati di tempat sujudnya. Hikmahnya untuk menjaga kekhusyukan shalat.
Sutrah dapat berupa dinding, tembok, tiang, meja, kursi, kardus, buku, tas, dan benda lainnya. Para ulama memandang, tidak ada batasan dan syarat-syarat tertentu mengenai kategori sutrah, yang penting dapat dilihat dan dimengerti orang lain. Dan jika sutrah telah diletakkan di depan orang shalat, maka orang lain boleh berlalu di hadapannya. Seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi, “Jika seseorang diantara kalian telah meletakkan di depannya seperti kayu yang berada di ujung belakang pelana, maka hendaknya dia shalat dengan tidak usah menggubris setiap yang lewat di belakang (sutrah) tadi. “ (HR. Muslim)
Sementara jika dalam posisi shalat berjamaah, maka yang diperintahkan meletakan sutrah adalah imam, karena sutrah imam merupakan sutrah makmum juga. Maka jika ada di antara makmum yang batal, atau untuk mengisi shaf yang kosong, boleh berjalan melalui di hadapan makmun lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Pada suatu hari aku datang dengan mengendarai keledai, pada waktu itu aku sudah dewasa. Ketika itu Rosulullah saw sedang shalat bersama para sahabat di Mina, kemudian aku lewat di depan shaf mereka, sedang keledainya aku biarkan makan, kemudian aku masuk ke dalam shof dan tidak ada satupun yang mengingkari perbuatanku tadi.” (HR. Muslim)
Memang masih banyak di antara umat Islam Indonesia yang kurang memahami hal ini, sehingga masih menganggap remeh permasalahan ini. Padahal jika melihat peringatan dalam hadits Nabi tersebut (lebih baik berdiri 40 hari, bulan dan tahun daripada berjalan melewati orang yang tengah shalat), semestinya orang yang shalat berusaha meletakan sutrah, dan yang lain berupaya menghindari untuk tidak melewati di hadapan orang yang sedang shalat.
Wallahu’alam. []
___________________________________________________
Rubrik “KONSULTASI” di www.islampos.com diasuh oleh H. Atik Fikri Ilyas, Lc, MA Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo & Universitas Amer Abdel Kader Aljazair, mahasiswa program Doktoral Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Silakan kirim pertanyaan Anda ke redaksi@islampos.com atau zhouaghi@yahoo.co.id