MENGELUARKAN zakat fitrah di akhir Ramadhan hendaklah ditunaikan dengan ihsan. Mereka yang membayar zakat benar-benar harus memahami hikmah yang terkandung dari kewajiban zakat fitrah. Jangan sampai ada yang merasa ini hanyalah sebuah kebiasaan atau tradisi yang selalu berulang menjelang hari raya.
Hendaknya kita merasakan dengan hati mendalam bahwa inilah kesempatan emas bagi kita untuk menebus kelalaian-kelalaian kita saat berpuasa di hari-hari sebelumnya, sekaligus sarana berbagi kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.
Dengan pemahaman yang baik tentang zakat fitrah, maka insya Allah kita akan menjalankan benar-benar dengan keikhlasan, dan juga tepat pada waktunya sesuai yang disyariatkan Islam.
Ketiga. Meningkatkan Syiar Idul Fitri, dan bukan sekedar menjaga tradisi. Hari raya Idul Fitri adalah salah satu syiar dalam agama Islam. Karenanya, sudah sepatutnya seorang muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan mengagungkannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an “Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar (agama) Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Haj: 32)
BACA JUGA: Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan, Untuk Apa?
Mengapa Disyariatkan Zakat Fitrah dengan Makanan Pokok?
Apa Hikmah Disyariatkannya Zakat Fitrah?
Rasulullah SAW dalam haditsnya banyak menunjukkan esensi hari raya Idul Fitri sebagai sebuah syiar yang harus disemarakkan. Salah satu wanita shahabat, Athiyyah ra berkata “Kami diperintahkan supaya keluar pada hari raya, sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari pingitannya dan mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak, ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharap berkah dan kesucian hari tersebut.” (HR Bukhori Muslim)
Riwayat di atas menunjukkan dengan jelas bagaimana gambaran syiar Idul Fitri yang harus disemarakkan dengan optimal, diikuti dan dirayakan oleh segenap kaum muslimin.
Indonesia kaya akan tradisi menyambut lebaran. Dari mulai tradisi mudik, pakaian baru, hingga aneka hidangan di hari raya akan sangat menyibukkan waktu kita menjelang hari raya. Tentu saja semua itu akan tetap berharga dalam pandangan Islam, jika kita meniatkannya untuk meningkatkan syiar hari raya, bukan sekadar menjaga tradisi apalagi sarana bermewah- mewahan dan unjuk diri.
Adalah penting sekali untuk meluruskan niat di saat-saat seperti ini. Akan sangat berbeda antara mereka yang mudik sekedar menjaga tradisi, dengan mereka yang memahami dan menghayati silaturahmi sebagai salah satu amalan terbaik dalam agama ini.
Berbeda pula mereka yang membeli pakaian baru agar dipuji-puji, dengan mereka yang meniatkan mengikuti anjuran Rasulullah SAW untuk memakai yang terbaik di hari fitri. Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya. Hari-hari ini kita akan banyak diuji masalah niat dan keikhlasan.
Rasulullah SAW berkata “Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka (buka puasa dan saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka.” (HR Bukhori Muslim). [rudianto/nurisfm]