Oleh: Anang Fauzy
BAGAIMANA mungkin kupukul tulang rusukku sendiri?
Wahai penyempurna agamaku, apa kabarmu? Di petala cinta ini, aku menyebutmu pada syair-syair rinduku.
Kau, yang telah berhasil membuatku serupa Adam. Bagaimana mungkin kujadikan kau posisi terhina di jasadku? Sebagai alas kaki, kuinjak-injak, lantas kurendahkan harga dirimu sedemikian rupa. Bukankah kau tercipta tidak dari tulang kaki?
Tak selayaknya aku membebanimu dengan tanggung jawab yang begitu berat. Mencari nafkah untukku dan anak-anakku guna bertahan hidup. Sungguh itu takkan mungkin kulakukan! Karena kutahu, kau tercipta bukan dari tulang punggung.
Aku juga tak ingin menjadikanmu sebagai pemimpin di keluarga kita. Mengatur biduk rumah tangga agar berjalan dengam baik. Jika itu kulakukan, maka imbasnya kau akan berlaku semena-mena padaku dan anak-anakku kelak. Bukankah kau tercipta tidak dari tulang kepala?
Kuingin mengajarimu dengan cinta dan kasih sayang. Tidak menjadikanmu sebagai alat untuk melaksanakan segala keinginanku, serta memuaskan nafsuku. Karena kutahu, kau tercipta tidak dari tulang tangan.
Sungguh, kau tercipta dari tulang rusukku. Berada di bawah lenganku agar senantiasa kujaga serta kulindungi dari berbagai macam bahaya. Berada dalam ragaku dalam suka maupun duka. Selalu merasakan hal yang sama sepertiku hingga akhir masa.
Bagaimana mungkin kupukul tulang rusukku sendiri?
Rasulullah SAW bersabda : “Berwasiatlah kalian dengan kebaikan terhadap para wanita (para istri), karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk.” (HR. Bukhari Muslim). []