NABI Muhammad SAW memberi kita contoh teladan bagaimana memperlakukan istri dalam keseharian. Namun, tampaknya ada sebagian laki-laki yang lupa mengikuti sunnah Rasul ini, yaitu memperlakukan istri.
Padahal, ini adalah sesuatu yang penting bagi semua pria yang sudah menikah atau insya Allah yang akan segera menikah, bahwa seorang istri adalah sebuah nilai dan keberkahan.
Berikut adalah beberapa cara Rasul memperlakukan istri-istri beliau.
Mengetahui perasaan mereka
Nabi Saw juga bersabda kepada ‘Asiyah, “Aku tahu saat kamu senang kepadaku dan saat kamu marah kepadaku.”
Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?”
Beliau menjawab, “Kalau engkau sedang senang kepadaku, engkau akan mengatakan dalam sumpahmu, ‘Tidak demi Tuhan Muhammad’. Akan tetapi jika engkau sedang marah, engkau akan bersumpah, ‘Tidak demi Tuhan Ibrahim!’.”
Aisyah pun menjawab, “Benar, tapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali namamu saja.” (HR Bukhari dan Muslim).
Memahami kecemburuan dan cinta mereka
Suatu hari usai melaksanakan salat ashar, Aisyah menemani Rasul mengunjungi rumah istri-istrinya. Namun Aisyah tertegun melihat langkah Rasul yang berhenti di rumah Hafshah binti Umar. Dalam hatinya Aisyah bertanya, ada apa gerangan sehingga suamiku bisa berhenti lama ketika mengunjungi salah satu rumah istrinya.
Beberapa hari kemudian, Aisyah mendapat kabar alasan Rasul tertahan lama di rumah Hafshah. Rupanya Hafshah memberikan madu kepada Rasul saat mengunjungi terakhir bersamanya. Rasul memang dikenal sangat suka madu dan halwa (manisan).
“Demi Allah aku akan membuat siasat untuk beliau,” kata Aisyah.
Aisyah pun memberitahu kepada Saudah binti Zam’ah bahwa Nabi SAW akan mengunjunginya. Aisyah bersaran, jika Nabi SAW datang tanyakan apa yang beliau telah makan. “Apakah engkau makan maghafir?” tanya Saudah.
“Tidak,” jawab Rasulullah SAW.
Saudah kembali menegaskan pertanyaanya. “Mengapa berbau tidak enak?”
“Aku diberi madu oleh Hafshah,” jawab Rasulullah SAW.
Siasat itu berhasil dijalankan Aisyah kepada Saudah dan Shafiyah. Ketika Rasul menghampiri Shafiyah pun dia menjawab yang disarankan oleh Aisyah. Pertanyaan sama juga diberikan Aisyah ketika Rasul mengunjunginya.
Berselang beberapa hari kemudian, Rasul mengunjungi rumah Saudah. Saat itu Rasul ditawari madu oleh Saudah. Tetapi hidangan itu malah ditolak Rasulullah SAW. Merasa canggung dan bersalah, Saudah hanya bisa kaget dan terdiam.
“Aku tidak ingin itu lagi,” kata Rasul saat diberi madu oleh Saudah.
“Demi Allah, kamilah yang mengharamkan itu pada Nabi SAW,” kata Saudah.
Memahami psikologis dan sifat alami mereka
“Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka sikapilah para wanita dengan baik.” (HR al-Bukhari Kitab an-Nikah no 5186)
Ummu Salamah ra. Pernah terlibat dalam beberapa peristiwa yang menunjukkan kecerdasan pikiranya. Salah satu peristiwa tersebut terjadi dalam kasus Hudaibiyah. Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan dalam kitab Al-Ishaabah, “ Ummu Salamah dikenal memiliki paras yang cantik jelita, pikiran yang kuat, dan pandangan yang cerdas. Pandangan yang disampaikan olehnya pada Rasulullah SAW, pada peristiwa Hudaibiyah merupakan bukti yang paling jelas atas kekuatan dan ketajaman pikirannya.
Dalam peristiwa tersebut, terjadi perjanjian damai antara Nabi SAW dan kaum musyrikin Mekkah. Salah satu pasal perjanjian menyatakan bahwa jika ada orang dari kalangan musyrik Mekkah yang datang kepada Nabi (untuk bergabung), maka Nabi harus menolak dan mengembalikannya kepada kaum musyrik. Sebaliknya, jika ada seorang muslim yang ingin bergabung dengan kaum musyrik maka kaum musyrik boleh menerimanya.
Hal ini membuat para sahabat Nabi merasa sangat sedih dan kecewa. Bahkan, Umar bin Khottob memprotes keputusan Rasulullah. Ia menanyakan mengapa pihak muslimin bersedia direndahkan kaum musyrik. Rasulullah hanya menjawab, “Sesungguhnya aku adalah utusan Alloh dan aku tak mungkin mendurhakaiNya. Alloh akan menolongku.” Namun Umar tak puas dengan jawaban tersebut.
Setelah selesai menandatangani perjanjian damai dengan kaum musyrik, Rasulullah berkata kepada para sahabatnya untuk menyembelih hewan kurban dan bercukur rambut. Namun, saat itu tidak ada satupun sahabat yang berdiri dan melaksanakan perintah beliau, padahal Rosul mengulangi perintahnya sebanyak tiga kali. Ketika melihat gejala itu, Rosul masuk kemah dan menemui Ummu Salamah. Beliau menceritakan kejadian tersebut kepadanya. Ummul Mukminin faham bahwa suaminya sedang membutuhkan masukkan untuk mencari solusi.
Di sinilah Ummu Salamah menggunakan perannya dengan sangat baik. Wanita cerdas dan berpikiran matang ini menyelamatkan para sahabat dari berbuat durhaka kepada Rasulullah. Dia berkata, “Wahai Nabi Alloh, apakah engkau ingin para sahabatmu mengerjakan perintahmu? Keluarlah, dan jangan berbicara dengan siapapun sebelum engkau menyembelih hewan kurbanmu dan memanggil pencukur untuk mencukur rambutmu.”
Perhatikan bahasa Ummu Salamah. Dimulai dengan sebuah pertanyaan agar Rasulullah sempat berfikir sejenak, baru kemudian melanjutkan menyampaikan sarannya. Beliau sangat memahami kondisi psikologis Rasulullah yang siap mengubah sikapnya apabila arah pandangan perempuan (istrinya tersebut) lebih benar. Rasulullah pun mengikuti saran Ummu Salamah.
Beliau keluar tanpa bicara dengan siapapun sampai menuntaskan semua yang disarankan istrinya. Ketika para sahabat melihat beliau melakukannya, maka mereka langsung bangkit. Mereka menyembelih hewan kurban masing-masing dan mencukur rambut sesama mereka. []