HADIST (sunah) tidak merincikan mengenai makanan apa saja yang biasa dimakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak menjadi kebiasaan bagi umat Islam di masa awal Islam untuk makan tiga kali dalam sehari, sebagaimana kebiasaan pada zaman sekarang. Mereka (pada awal Islam) hanya mengenal dua waktu makan; waktu makan di awal hari yang disebut dengan istilah makan siang (ghada) karena dilakukan pada waktu permulaan hari dan makan pada waktu malam yang disebut dengan makan malam (asya’).
Jika dia ingin mengumpulkan orang-orang untuk suatu hal yang penting, dia akan meminta seseorang untuk mengumpulkan mereka, atau dia akan berseru kepada mereka, “assalatu jaamiah,” dan kemudian dia akan berbicara kepada mereka tentang apa yang dia ingin mereka lakukan. Jika dia ingin mengirimkan pesan, dia akan mengirimkannya, dan jika dia ingin memberi peringatan kepada mereka, dia akan mengingatkan mereka, dan jika dia ingin memberi tahu mereka tentang aturan Islam (syariat) , dia akan memberi tahu mereka, dan seterusnya.
BACA JUGA: Hasan al-Bashri dan Akibat Shalawat pada Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membiasakan tidur siang (qailulah) untuk istirahat supaya bisa melaksanakan shalat malam (qiyamullail), beliau bersabda: “Qailulah-lah (istirahat sianglah) kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang”. Diriwayatkan oleh al -Tabarani dalam “Al-Awsat” (28), dan digolongkan sebagai hasan oleh Al-Albani dalam “Al-Sahihah” (1647).
Dia shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengawasi kehidupan masyarakat, urusan mereka, dan pasar-pasar mereka, hadir dalam pertemuan-pertemuan mereka, menjenguk orang-orang yang sakit diantara mereka, merespon permohonan mereka, memperhatikan orang-orang yang lemah dan membutuhkan. Secara umum kesehariannya adalah tentang hal-hal yang paling penting baginya dalam urusan agama dan urusan umat Islam, seperti dakwah, memberikan nasehat, memberikan peringatan, membuat aturan-aturan (syariat), jihad, amar ma’ruf nahi munkar dan memberikan pertolongan bagi yang membutuhkan dan lain sebagainya.
Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa (suatu saat) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan jari-jarinya mengenai sesuatu yang basah, beliau pun mengatakan: “Wahai pemilik makanan, apa ini?” ia menjawab; Terkena hujan wahai Rasulullah. Beliau mengatakan: “Mengapa engkau tidak menempatkannya di atas makanan ini hingga orang-orang melihatnya?” kemudian beliau bersabda: “Barangsiapa berbuat curang, ia tidak termasuk golongan kami.”
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Pergilah bersama kami ke Bashir yang dari klan/bani Waqif, kita jenguk dia.” Bashir adalah seorang tuna netra. Hal ini dibenarkan oleh Al-Albani dalam “Al-Sahihah” (521).
Imam An-Nasa-i meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa, beliau berkata bahwa dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memperbanyak dzikir, menyedikitkan bicara yang tidak berguna, memanjangkan sholat, memendekkan khutbah dan tidak merasa hina bila memperhatikan para janda dan orang-orang miskin, lalu membantu memenuhi kebutuhannya. Hal ini diperkuat oleh Al-albani dalam sahih tirmidzi.
Ketika malam tiba dia (Nabi) memimpin orang-orang shalat isya’, dan (setelah shalat) jika ada sesuatu yang menjadi perhatiannya mengenai urusan umat Islam, maka dia akan sibuk membicarakannya dengan para sahabat-sahabat dekatnya, dan jika tidak, maka dia akan (pulang) membicarakan sesuatu dengan keluarganya.
Imam Ahmad (178) dan Al-Tirmidzi (169) meriwayatkan dan mengklasifikasikannya sebagai hadist hasan, dari Umar berkata: “Suatu malam Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam, berbicara bersama Abu Bakar tentang permasalahan umat Islam. Dan Saya bersama mereka.”.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Di antara akhlaknya Sallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah bahwa dia selalu berbuat baik kepada semua orang. Dia akan bersenda gurau bersama keluarganya, baik kepada mereka, murah hati kepada mereka. dan selalu membuat pasanganya tertawa. Nabi meminta Istri-istrinya berkumpul bersama di rumah yang digunakan oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam saat itu. Terkadang beliau makan malam bersama mereka di beberapa kesempatan. Kemudian masing-masing pulang ke rumahnya. Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam tidur dengan salah satu istri beliau di dalam satu selimut, beliau melepaskan gamisnya dan tidur dengan memakai sarung. ketika selesai melaksanakan shalat isya’ beliau masuk ke rumahnya, sebelum tidur beliau Sallallahu ‘alaihi wa sallam menyempatkan diri duduk bersama keluarga dan menemani mereka sebentar. kutipan dari “Tafsir Ibn Katheer” (2/242).
Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di awal malam. kemudian beliau bangun untuk sholat malam, dia shalat selama Allah menghendakinya, sampai Bilal mengumandangkan adzan subuh, dia segera shalat dua rakaat, kemudian keluar rumah untuk shalat (subuh).
Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan (menyiapkan) air wudhu dan siwak beliau. Tatkala beliau bangun dari tidur, beliau ke kamar mandi (buang hajat) kemudian bersiwak.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, dan Rasulullah salhallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan keluarganya selama satu jam. Kemudian beliau tidur, ketika sepertiga malam terakhir telah berlalu, dia duduk dan memandang ke langit sambil berkata: (Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan perbedaan malam dan siang adalah tanda-tandanya bagi orang-orang yang berakal {Ali Imran: 190}), Kemudian dia bangun, berwudhu dan menggosok gigi (siwak), beliau shalat sebelas rakaat, lalu Bilal mengumandangkan adzan, beliau segera shalat dua rakaat, (setelah itu) beliau keluar untuk shalat subuh.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4569) dan Muslim (763).
Kesimpulan:
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak bisa dilihat sebagai suatu rutinitas yang sifatnya monoton, seperti yang dapat dipahami dari kalimat-kalimat ini, melainkan merupakan petunjuk (tuntunan) yang disengaja (memiliki maksud dan tujuan), kehidupan beliau adalah amalan yang diberkahi, sebagaimana yang diperintahkan Tuhannya kepadanya:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
( الأنعام/ 162)
Katakanlah (wahai Nabi), “Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. ”Al-An’am/162.
BACA JUGA: Sahabat Nabi Gunakan Al-Fatihah Sebagai Ayat Rudyah
Petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penjelasan realistis dari perintah dan hukum (syariat) Tuhan, sebagaimana dikatakan oleh ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha:
Imam Muslim meriwayatkan dalam Sahihnya (746) bahwa Saad bin Hisyam bin Amer, bahwa dia berkata kepada ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Wahai ummul mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam!”
Siti Aisyah berkata, “Bukankah kamu membaca Al-Qur’an?”
Sa’ad bin Hisyam berkata, “Tentu.”
Siti Aisyah berkata, “Maka sesungguhnya akhlaq Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al-Qur’an.”
Wallahu ‘alam. []
HABIS | SUMBER: ISLAMQA