Oleh: Fitri Amalia
HARTA memang harus dikejar, agar menjadi muslim yang kuat secara ekonomi. Sehingga hidup dan beribadah nyaman. Mudah dalam sedekah, zakat, pergi haji dan ibadah lainnya.
Demi rupiah, diri ini sering berpeluh-peluh, terseok, dari pagi hingga malam dari remaja hingga tua. Banyak waktu yang dikorbankan, banyak kesempatan yang terlewat untuk mengejar harta.
Kadang kesempatan mendekat kepadaNya, kesempatan melakukan ibadah-ibadah sunah, kesempatan shalat tepat pada waktunya juga ikut terlewat. Belum lagi kesempatan berkumpul dengan keluarga.
BACA JUGA: Kau dan Hartamu Milik Ayahmu
Anehnya, itu yang namanya ‘harta’ seringkali sulit membuat senang pemiliknya. Meski ia telah begitu banyaknya di genggaman, harta itu terus saja memanggil manggil kita.
“Ayo …, sini …, masih banyak rupiah di sini, masih ada kesempatan dapat uang lagi.”
Suara-suara itu, juga bayangan rupiah terus saja terngiang di kepala. Padahal badan sudah letih, ingin istirahat, ingin salat tepat waktu, ingin berkumpul dengan keluarga.
Dan yang lucu demi harta, diri ini rela berutang rela pusing, rela stres. Bahkan demi harta sesorang berani menyusahkan orang lain. Sengaja menunda pembayaran, mengambil hak seorang lainnya, dan yang ekstim demi harta berani membunuh jiwa.
Akhirnya, demi harta mendapat dosa, dipenjara, diusir dan dikucilkan. Karena harta disiksa, sebab harta tersiksa. Lalu akhirnya berbuah neraka. Naudzubillah.
Padahal seharusnya harta itu membawa diri bahagia, menjadikan dermawan, membuat bersaudara, membawa pahala yang pada ujungnya membawa diri ini ke surga.
Untuk itu, tiap diri jangan sampai terbalik dalam menyikapi harta. Harta itu harus dan mutlak diri ini yang menguasainya, bukan bukan tersiksa karena terikat dan dikuasai.
Terus menghitung-hitung karena takut kehilangan, terus mengejar hingga kehilangan masa-masa kebersamaan dengan keluarga. Kehilangan kesempatan beribadah, padahal toh harta itu sudah banyak menumpuk.
BACA JUGA: Tidak Akan Pernah Berkurang Harta yang Kita Sedekahkan
Terus merasa kurang, padahal usia tak lagi muda. Masih berani membeli tanah properti dengan berhutang padahal usia sudah kepala lima dan persediaan harta yang lainnya juga sudah banyak. Naudzubillah, terbayang rasa tersiksanya diri ini jika terus dihantui rasa kurang dan ingin yang terus menerus.
Sudah punya tas bagus, masih ingin yang ber merek, sudah punya 10 gram perhiasan emas masih ingin berlian, sudah punya mobil bagus masih ingin mobil mewah, sudah punya rumah nyaman masih ingin apartemen. Bahkan mungkin jika sudah jadi orang terkaya di negeri ini, masih ingin jadi yang terkaya di dunia.
Rasa terus tidak cukup dan mau lagi ini mungkin karena kurang bersyukur atas apa yang telah diri miliki, seperti firman Allah SWT.
Al-Qur’an Surah Ibrāhīm ayat 7 – Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Maka jika memang diri ini sudah sebegitu terikat dan tersiksa dengan harta, sedemikian kurang bersyukur. Ayo mari berusaha berlindung pada Allah swt dan teriakkan lawan! Lalu sedikit demi sedikit mulai membelanjakan harta di jalan Allah SWT, karena dalam Al-Qur’an surah Al-Humazah ayat 1-9 Allah SWT berfirman:
BACA JUGA: Apakah Islam Mengharamkan Menumpuk Harta?
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
2. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,
3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
4. Dekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
6. (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. Yang (membakar) sampai ke hati,
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
Semoga harta yang Allah SWT titipkan pada diri ini bisa pergunakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Ridha-Nya. []