TANYA: Bagaimana hukum orang gila yang dinikahkan. Apakah nikahnya sah?
JAWAB: Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ؛ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ
Pena catatan amal diangkat untuk 3 orang: orang yang tidur sampai ia bangun, dari orang yang gila sampai dia sadar, dan anak kecil sampai baligh. (HR. Ahmad 24703, Abu Daud 4400, Ibnu Majah 2041)
Orang gila, salah satu golongan yang tidak dinilai perbuatannya, baik itu amal ibadah maupun muamalahnya (interaksinya dengan orang lain).
Syaikhul Islam mengatakan,
أما المجنون الذي رفع عنه القلم فلا يصح شيء من عباداته باتفاق العلماء. ولا يصح منه إيمان ولا كفر ولا صلاة ولا غير ذلك من العبادات؛ بل لا يصلح هو عند عامة العقلاء لأمور الدنيا كالتجارة والصناعة. فلا يصلح أن يكون بزازاً ولا عطاراً ولا حداداً ولا نجاراً.
Orang gila yang amalnya tidak dicatat, tidak sah ibadahnya dengan sepakat ulama. Imannya, kufurnya, shalatnya dan ibadah lainnya, tidak sah. Bahkan umumnya orang menilai dia tidak boleh melakukan aktivitas dunia, seperti berdagang dan melakukan produksi. Tidak boleh jadi tukang tenun, penjual minyak wangi, pande besi, atau tukang kayu.
Kemudian beliau melanjutkan,
ولا تصح عقوده باتفاق العلماء. فلا يصح بيعه ولا شراؤه ولا نكاحه ولا طلاقه ولا إقراره ولا شهادته، ولا غير ذلك من أقواله، بل أقواله كلها لغو لا يتعلق بها حكم شرعي ولا ثواب ولا عقاب.
Demikian pula tidak sah akad-akadnya dengan hasil kesepakatan ulama. Tidak sah jual belinya, nikahnya, talaknya, pengakuannya, persaksiannya, maupun yang lainnya, yang dia ucapkan. Bahkan semua ucapannya laghwun (tidak dinilai). Sama sekali tidak berlaku hukum syar’i, tidak ada pahala maupun dosa. (Majmu’ al-Fatawa, 11/191).
Kecuali jika hilang akalnya karena sebab yang haram, seperti mabuk atau nyabu.
Syaikhul Islam menegaskan,
ولهذا جاءت الشريعة بأن القلم مرفوع عن النائم والمجنون والمغمى عليه، ولم يختلفوا إلا فيمن زال عقله بسبب محرم
Karena itu, dijelaskan oleh syariah bahwa pena catatan amal diangkat untuk orang tidur, orang gila, orang pingsan (tidak sadar). Dan mereka (para ulama) tidak berbeda pendapat kecuali untuk orang yang hilang akalnya disebabkan yang haram. (Majmu’ al-Fatawa, 5/254)
Karena itu, pernikahan orang gla tidak sah, dan tidak mungkin untuk dinikahkan.
Sumber: www.konsultasisyariah.com