BUMI yang kita tinggali ini, bukankah sangat luas, saudaraku? Dan, pernahkah kita memikirkan “Bagaimana bumi dan seluruh jagat raya yang sangat luas ini terbentuk?”
Bermula dari satu pertanyaan itu, sederet pertanyaan lain akan muncul dan terus dicari jawabannya oleh para ilmuwan. Ragam penelitian yang menghabiskan banyak biaya, tenaga, dan waktu, terus dilakukan untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia akan awal mula terbentuknya alam semesta. Namun, semakin banyak penelitian yang dilakukan, maka akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dan membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk menemukan jawabannya.
Saudaraku, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang menyaksikan proses penciptaan alam semesta, bahkan iblis beserta anak-cucunya tidak menyaksikannya.
Allah SWT berfirman,
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
“Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolomg,”(QS. Al-Kahfi: 51).
BACA JUGA: Kisah Nabi Sulaiman Memenjerakan Seluruh Iblis yang ada Dimuka Bumi
Ayat ini menjadi salah satu sumber informasi bahwa Allah SWT menciptakan seluruh alam semesta sendirian tanpa ada bantuan siapa pun. Bahkan jagat raya Dia ciptakan, ketika malaikat, iblis, dan makhluk-makhluk lainnya belum ada, sehingga mereka tidak melihat bagaimana proses penciptaan alam semesta.
Ada cukup banyak yang menjelaskan proses penciptaan langit dan bumi beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya diciptakan dalam waktu enam masa.
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى
“Sesungguhnya Rabb kalian (ialah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy,…..”(QS. Al-A’raf: 54).
Allah SWT mengisyaratkan beberapa hal penting dalam al-Qur’an terkait awal mula terbentuknya alam semesta. Di lain pihak, para ilmuwan dan cendikiawan juga mengutarakan banyak teori tentang awal mula terjadinya alam semesta. Salah satu teori yang oleh para ilmuwan dan cendikiawan muslim-seperti Dr. Zaghlul an-Najjar, Harun Yahya, Caner Taslaman, dan beberapa ulama-ilmuwan modern lainnya- dianggap yang paling mendekati gambaran seperti yang diinformasikan al-Qur’an adalah, Teori Big Bang (Teori Ledakan Besar).
Teori ini mengatakan, alam semesta berasal dari satu materi yang memiliki tingkat kepadatan dan temperatur yang sangat ekstrim, kemudian terjadi ledakan yang sangat besar yang menyebabkan materi itu terpecah dan berserakan dan membentuk planet, bintang, debu, gas, bebatuan, dan segala sesuatu yang ada di alam semesta. Hal itu diperkuat dengan ditemukannya sisa radiasi ledakan yang terdapat hampir di seluruh ruang jagat raya.
Awalnya, teori ini diutarakan oleh Alexander Friedmann dan Abbe Georges Lemaatre pada tahun 1920 M. Versi modern dari teori ini dikembangkan oleh George Gamow dan para koleganya sejak tahun 1940 M.
Teori Big Bang didasarkan pada dua teori yang telah ada sebelumnya: teori relativitas Einstein yang menyatakan adanya hubungan gravitasional antara seluruh materi alam semesta; asumsi yang disebut dengan prinsip kosmologis (cosmological principle).
Para ilmuwan muslim mengasosiasikan teori ini dengan salah satu firman Allah SWT yang berbunyi,
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwa dahulu bumi menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?,”(QS. Al-Anbiya: 30).
Dr. Zaghlul an-Najjar, dalam mengidentifikasi ayat ini dengan teori Big Bang, mendasarkan pandangannya pada penafsiran Ibnu Katsir yang menyatakan bahwa, segala sesuatu pada awalnya saling melekat satu sama lain, saling terhubung, dan terpadu. Selanjutnya, antara masing-masing elemen terpisah satu dari yang lain. Allah SWT menjadikan langit tujuh lapis, dan bumi tujuh lapis. Bumi dan langit, keduanya dipisahkan oleh udara. Langit kemudian bisa menurunkan hujan, dan bumi bisa menumbuhkan beragam tumbuhan dan tanaman.
BACA JUGA: Kapan Nabi Isa Turun ke Bumi?
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir juga mengutip pendapat Ibnu Abbas tentang tafsir ayat 30 surah al-Anbiya’ ini. Ibnu Abbas berpendapat, awalnya bumi dan langit berpadu. Langit tidak bisa menurunkan hujan. Bumi juga gersang, tidak bisa menumbuhkan tanaman dan tumbuhan. Allah SWT kemudian memisahkan langit dari bumi sehingga bisa menurunkan hujan. Air hujan yang jatuh ke bumi mulai terbentuk. Dengan air itulah, Allah SWT memulai penciptaan segala sesuatu.
Ilmuwan dan cendikiawan muslim Turki, Harun Yahya dan Caner Taslaman, memiliki pendapat yang sama dengan Dr. Zadhlul an-Najjar. Mereka menganggap teori Big Bang merupakan teori yang paling mirip dengan gambaran awal mula terbentuknya jagat raya yang terdapat dalam surah al-Anbiya ayat 30 di atas. Wallahu a’lam. []
Sumber: Kerajaan Al-Qur’an/Hudzaifah Ismail/Penerbit: Penerbit Almahira/2012