“Berdua saja, jangan mendua. Karena sendiri itu sepi dan mendua itu luka” -pujanggawati-
SEBAGIAN pihak ada yang berpendapat, bahwa asal perintah menikah itu lebih dari satu istri (poligami). Jika tidak mampu, baru satu istri (monogami). Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Maka nikahilah apa yang baik bagi kalian dari para wanita, dua, tiga, dan empat. Jika kalian takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah satu wanita saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [ QS. An-Nisa’ : 3].
Mereka berkata: Di dalam ayat ini, Allah mengawali perintah nikah dengan dua wanita, bukan satu. Hal ini menunjukkan, bahwa perintah nikah itu asalnya poligami. Karena seandainya monogami (satu istri), tentunya Allah akan mengawali dengan satu.
Menurut kami, pendalilan ini tidak tepat. Untuk memahami ayat di atas, kita harus membacanya secara lengkap. Sehingga makna ayat di atas bisa dipahami dengan benar. Ayat di atas secara lengkap berbunyi:
BACA JUGA: Tiga Hikmah Poligaminya Rasulullah
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Dan bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhada (hak) para wanita yang yatim (jika kalian menikahinya), maka nikahilah apa yang baik bagi kalian dari para wanita, dua, tiga, dan empat. Jika kalian takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah satu wanita saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [ QS. An-Nisa’ : 3].
Sehingga makna ayat di atas: Mereka sangat ingin menikahi para wanita yatim, akan tetapi mereka mengurangi hak para wanita tersebut dalam hal mahar (mas kawin) nya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk adil dalam mahar mereka (para wanita yatim) sebagaimana terhadap para wanita selain mereka.
Jika memang takut tidak bisa berbuat adil terhadap para wanita yatim, maka menikahlah dengan selain mereka saja. Dan selain mereka itu masih banyak, mau nikah dua atau tiga atau empat. Makna seperti ini tidak menunjukkan bahwa secara asal, Allah memerintahkan kita untuk menikah dengan poligami.
Seperti halnya kalau saya katakan kepada seorang: “Kalau kamu mau menikahi wanita A, maharnya 150 Juta (misalkan). Tapi kalau kamu tidak mampu, wanita di dunia ini masih banyak. Mau nikah dua, atau tiga, atau empat, silahkan! Dunia tidak hanya seluas daun kelor!
Bahagia dengan Satu Istri
Apakah kalimat saya ini kemudian dipahami bahwa saya memerintahkan dia untuk menikah langsung lebih dari satu? Jawab: Tidak. Karena kalimat itu hanya ingin memberikan penekanan, bahwa wanita itu masih banyak, tidak hanya si A saja.
Al-Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata:
أَيْ إِذَا كَانَ تَحْتَ حِجْرِ أحدكم يتيمة وخاف أن لا يُعْطِيَهَا مَهْرَ مِثْلِهَا فَلْيَعْدِلْ إِلَى مَا سِوَاهَا مِنَ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ كَثِيرٌ وَلَمْ يُضَيِّقِ اللَّهُ عَلَيْهِ
“Artinya (ayat di atas) : Apabila di rumah kalian ada seorang wanita yatim (dan kalian ingin sekali menikahinya), namun kalian khawatir tidak bisa memberikan kepadanya mahar (mas kawin) semisal (yang bisa kalian berikan kepada selainnya), maka beralihlah kepada selainnya dari para wanita. Karena sesungguhnya mereka (para wanita selainnya) masih banyak dan Allah tidak membuat kesempitan atasnya.” [Tafsir Ibnu Katsir : 2/183 ].
Asbabul nuzul (sebab turunnya) ayat di atas, sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari –rahimahullah- dari Az-zuhri beliau berkata:
أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ، أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي اليَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا} [النساء: 3] قَالَتْ: «يَا ابْنَ أُخْتِي اليَتِيمَةُ، تَكُونُ فِي حَجْرِ وَلِيِّهَا فَيَرْغَبُ فِي [ص:3] مَالِهَا وَجَمَالِهَا، يُرِيدُ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا بِأَدْنَى مِنْ سُنَّةِ صَدَاقِهَا، فَنُهُوا أَنْ يَنْكِحُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يُقْسِطُوا لَهُنَّ، فَيُكْمِلُوا الصَّدَاقَ، وَأُمِرُوا بِنِكَاحِ مَنْ سِوَاهُنَّ مِنَ النِّسَاءِ»
‘Urwah telah mengabarkan kepadaku, sesungguhnya dia pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah Ta’ala: “Dan bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhada (hak) para wanita yang yatim (jika kalian menikahinya), maka nikahilah apa yang baik bagi kalian dari para wanita, dua, tiga, dan empat.
Jika kalian takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah satu wanita saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [ QS. An-Nisa’ : 3].
Aisyah menjawab: “Wahai anak saudariku! Ayat itu tentang seorang wanita yatim yang ada di rumah walinya, lalu walinya menginginkan harta dan kecantikannya. Lalu dia ingin menikahinya dengan mahar(mas kawin) yang paling rendah.
Maka mereka dilarang untuk menikahinya kecuali bisa adil kepada mereka dengan cara menyempurnakan maharnya. (jika tidak), maka mereka diperintah untuk menikah dengan selain mereka dari para wanita.” [ HR. Al-Bukhari : 5064 ].
Abul Hasan Al-‘Amrani –rahimahullah- menukil dari Al-Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata:
BACA JUGA: Poligami, Surga yang Kurindukan
و أحب له أن يقتصر على واحدة و إن أبيح له أكثر
“Dan aku sangat senang seorang laki-laki untuk mencukupkan diri dengan menikahi satu wanita saja, walaupun dibolehkan baginya lebih dari satu.” [ Al-Bayan fi Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi’i : 11/189].
Bahagia dengan Satu Istri
Al-Imam Al-Mardawi Al-Hambali –rahimahullah- (wafat : 885 H) berkata :
وَيُسْتَحَبُّ أَيْضًا: أَنْ لَا يَزِيدَ عَلَى وَاحِدَةٍ، إنْ حَصَلَ بِهَا الْإِعْفَافُ. عَلَى الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ
“Dan dianjurkan juga agar seorang laki-laki tidak menikahi lebih dari satu wanita (monogami) jika dengannya telah terealisasi i’faf (menjaga diri dari terjatuh dalam perbuatan zina) menurut pendapat yang shohih dari madzhab ( Hambali).” [ Al-Inshof fi Ma’rifatir Rajih Minal Khilaf : 8/16 ].
Al-Imam Al-Bahuti Al-Hambali –rahimahullah- (wafat : 1051 H) berkata :
(وَ) يُسْتَحَبُّ (أَنْ لَا يَزِيدَ عَلَى وَاحِدَةٍ إنْ حَصَلَ بِهَا الْإِعْفَافُ) لِمَا فِيهِ مِنْ التَّعَرُّضِ لِلْمُحَرَّمِ قَالَ تَعَالَى: {وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ} [النساء: 129] وَقَالَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إلَى إحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ» رَوَاهُ الْخَمْسَةُ.
“Dan dianjurkan agar seorang laki-laki tidak menikahi wanita lebih dari satu jika dengan hal itu telah terwujud i’faf, karena di dalam (poligami) berhadapan dengan perkara yang diharamkan (sikap dzolim/tidak adil).
Allah Ta’ala berfirman: KALIAN TIDAK AKAN MAMPU UNTUK BERBUAT ADIL DI ANTARA ISTRI-ISTRI KALIAN WALAUPUN KALIAN SANGAT INGIN MELAKUKANNYA (QS. An-Nisa’ : 129).
Nabi –Shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : Barang siapa yang memiliki dua orang istri, lalu condong kepada salah satu dari keduanya, maka akan datang di hari kiamat dalam miring.”(HR. Imam yang lima).[ Kasysyaful Qina’ : 11/148].
Al-Imam Jamaluddin Ar-Raimi –rahimahullah- (wafat : 792 H) berkata :
عِنْدَ الشَّافِعِيِّ وكافة العلماء: يجوز للحرِّ أن يجمع بين أربع زوجات حرائر، ولا يجوز أن يجمع بين أكثر من أربع، ويستحب أن لا يزيد على واحدة لا سيما في زماننا هذا
“Menurut Asy-Syafi’i dan seluruh ulama’ : Boleh bagi seorang yang merdeka untuk mengumpulkan (menikahi) empat orang wanita merdeka, dan tidak boleh untuk mengumpulkan lebih dari empat, serta dianjurkan untuk tidak menikahi lebih dari satu, terlebih di zaman kita ini.” [ Al-Ma’ani Al-Badi’ah fi Ma’rifati Ahli Asy-Syari’ah : 2/195].
Bahagia dengan Satu Istri
Dengan demikian, perintah untuk menikah, hukum asalnya adalah monogami (menikahi satu istri), bukan poligami (menikahi lebih dari satu wanita). Karena poligami itu solusi yang dibolehkan syari’at, bagi mereka yang tidak cukup dengan satu istri, sehingga khawatir akan terjatuh dalam perbuatan keji (zina ataupun maksiat yang lain).
BACA JUGA: Dipoligami, 3 Istri Tak Sadar Selama Ini Tinggal di Rumah yang Berdekatan
Kami jadi teringat wejangan para sesepuh ketika masih kecil saat akan makan. Mereka berkata: “Kalau makan, ngambil sedikit dulu! jika kurang baru nambah. Jangan banyak-banyak, akhirnya tidak habis dan cuma dibuang!” Nasihat ini kalau kita aplikasikan kepada masalah ini sangat tepat. “Kalau mau nikah itu satu dulu ! Kalau belum cukup, baru nambah.”
Secara asal, menikahi satu istri (monogami) lebih afdhol (lebih utama) menurut madzhab Jumhur ulama’. Hal ini selama tidak ada hajat yang mendesak untuk melakukan poligami. Karena monogami (satu istri) lebih mudah dan lebih sederhana untuk mewujudkan keadilan dan lebih menjauhkan diri dari sikap kedzoliman.
Sedangkan poligami, suatu keadaan di mana pontensi terjadinya kedzoliman atau ketidakadilan di antara satu istri dan istri yang lainnya sangat besar sekali. Maka Allah berfirman : “Jika kalian takut tidak dapat berbuat adil, maka nikahilah satu wanita”. []
Facebook: Abdullah Al Jirani