PERBUATAN dholim Sudah menjadi ketentuan-Nya, bahwa sejarah umat manusia tidak lepas dari berbagai tindak kedholiman. Dari dulu hingga hari ini. Yakni jauh sebelum semburat cahaya Islam muncul, yang kemudian disusul setelah umat Islam mundur dan runtuh. Dan selalu saja kaum yang menjadi korban bulan-bulanan kedholiman tersebut adalah mereka yang lemah dan miskin.
Sejarah silam bangsa Persia, Romawi, Cina, Mesir, India dan bangsa-bangsa tua lainnya, sarat dengan tumpukan lembaran-lembaran kelam zalim, kebengisan dan kelaliman.
Hal tersebut lantaran dilatari oleh kebiasaan mereka hidup mewah, menumpuk pundi-pundi harta dan berfoya-foya. Disamping aturan dan undang-undang kedholiman yang dikukuhkan sebagai pemuas hawa nafsu dan selera rendah penguasa. Karenanya, mereka tidak merasa malu menjerat leher rakyat jajahan dengan upeti dan pajak yang jauh dari batas kesanggupan.
Dalam buku sejarah Persia, sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abul Hasan Ali al-Nadwi dalam bukunya Madza Khasiral al-Alam bi al-Inkhithat al-Muslimin disebutkan, tidak pernah disinggung dalam sejarah seorang kaisar yang selalu hidup megah dan mewah melebihi kaisar-kaisar penguasa Persia. Mereka menarik dan menikmati upeti dan harta kekayaan melimpah dari negeri-negeri jajahan yang terbentang dari timur jauh hingga timur dekat.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa tidak akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berinteraksi ini tak jarang terjadi gesekan satu sama lain sehingga menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, baik kerugian yang mengancam jiwa, harta, maupun kehormatannya.
Seringkali terjadi di masyarakat seseorang diperlakukan secara dholim oleh lainnya tanpa ia mampu membalas dan membela diri sendiri. Kondisi ini kerap membuat ia semakin tak berdaya dan hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Seorang muslim dan mukmin yang mengalami hal demikian semestinya tak perlu merasa sedemikian susah karena Allah subhânahu wa ta’âla telah menjanjikan keadilan atas setiap perilaku dholim yang dilakukan para hamba-Nya. Keimanan yang dimiliki semestinya mampu menguatkan hatinya untuk tetap tegar dengan harapan keadilan yang dijanjikan itu.
Sebaliknya seorang muslim dan mukmin semestinya tidak berlaku dholim kepada sesama makhluk Allah baik berupa tindakan ataupun ucapan, karena sekecil apa pun tindak kezaliman pasti akan terbalaskan.
BACA JUGA: 3 Macam Kedzaliman Manusia
Di dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 42 secara tegas Allah menyatakan:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Dan janganlah sekali-kali engkau menyangka Allah lalai dari apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari di mana pandangan-pandangan terbelalak.”
Dari ayat tersebut jelas dinyatakan bahwa Allah akan memberikan balasan kepada setiap pelaku dholim kelak di hari kiamat di mana setap mata manusia akan terbelalak menyaksikan berbagai hal yang terjadi di hari kiamat.
Perbuatan dholim: Islam dan Perbuatan Dholim
Sejak awal, Islam datang menyeru umat manusia untuk lepas dari kungkungan kedholiman dan kelaliman. Menyerukan persamaan derajat manusia di muka bumi ini, serta merubuhkan seluruh warisan-warisan jahiliyah yang identik dengan kedholiman.
Tak ada lagi kesewenang-wenangan kaum yang kuat, kelaliman penguasa serta kebengisan golongan yang terpandang. Karenanya, tidak heran kalau dalam waktu yang relatif sangat singkat, Islam mendapat tempat istimewa di hati manusia. Khususnya mereka yang lemah dan tertindas.
Hal ini tergambar dari ucapan seorang Rib’iy bin Amir tatkala berdiri gagah di hadapan panglima tentara Persia, Rustum,
الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضيق الدنيا إلى سعتها، ومن جور الاديان إلى عدل الاسلام
“Sungguh Allah Ta’ala mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan hanya kepada Allah, melepaskan lilitan belenggu kesempitan dunia menuju kebebasan, serta mengeluarkan mereka dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam”. (Lihat: al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, 7/47).
Sebuah pernyataan jujur, lahir dari hati ksatria yang tulus, hingga tetap membekas sekalipun kesombongan dan kecongkakan berupaya mencegatnya.
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram (untuk ditumpahkan, dirampas dan dicemarkan), seperti haramnya hari kalian ini, di negeri ini (makkah), dan bulan kalian ini”. (HR. Imam Bukhari no: 65, Muslim no: 2137, Abu Daud no: 1628, al-Tirmidzi no: 2085Ibnu Majah no: 3046).
Olehnya, syariat Islam yang agaung memberi perhatian besar terhadap perkara-perkara tersebut. Setelah sebelumnya keadilan berada di titik nadir kehancuran. Misalnya, menindak tegas pembunuh jiwa yang suci (qishash), menghukum dengan sekeras-kerasnya para penyamun (Qs. 5:33), serta menegakkan hukum cambuk bagi orang yang suka menuduh tanpa bukti dan saksi yang dapat dipertanggung jawabkan. (Qs. 24:4).
Perbuatan dholim: Hati-hati berlaku dholim kendatipun terhadap orang fajir.
perbuatan dholim tidak akan pernah membuahkan kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, segala sesuatu yang diperoleh melalui jalan kedholiman baik itu berupa harta, pangkat, jabatan dan lainnya, pasti akan berujung kebinasaan dan kehinaan. Olehnya hati-hati berlaku dholim, karena ia akan menelurkan banyak mudharat bagi pelakunya.
BACA JUGA: Kesabaran Mampu Kalahkan Kezaliman
Perbuatan dholim: dholim adalah kegelapan pada hari kiamat.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Takutlah kalian dari berlaku dholim, sesungguhnya kedholiman adalah kegelapan pada hari kiamat kelak”. (HR. Muslim no: 4675, Ahmad no: 13973).
sikap dholim akan memadamkan cahaya penuntun yang dibutuhkan seorang hamba pada hari itu. Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang munafik yang dholim terhadap diri mereka sendiri ketika terusir dari keinginan mendapat imbasan cahaya orang-orang beriman.[]