SEPASANG suami istri tak hanya dituntut untuk saling mencintai, tapi juga untuk saling memiliki rasa cemburu. Mengapa demikian? Karena cemburu merupakan cara untuk menjaga kehormatan diri dan pasangannya.
Rasa cemburu yang dimaksud adalah cemburu yang sesuai syariat dan tidak berlebihan. Cemburu berlebihan hanya dapat mengantarkan seseorang pada rasa curiga dan suudzan berlebihan kepada pasangannya.
Namun di zaman yang semakin tua ini, rasa cemburu antar pasangan suami istri begitu berkurang, bahkan cenderung hilang. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Seperti pengaruh kehidupan dan pola pikir barat.
BACA JUGA: Agar Bidadari Cemburu Padamu
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita perlu mengenalkan kembali bagaimana cara cemburu yang syar’i. Perhatikanlah kisah yang dibawa oleh Ibnu Katsir rahimahullah berikut ini,
تقدمت امرأة إلى قاضي الري، فادعت على زوجها صداقها خمسمائة دينار. فأنكر الزوج، وجاءت ببينة تشهد لها به.
قالوا: نريد أن تسفر لنا عن وجهها حتى نعلم أنها الزوجة؟
قال الزوج: لا تفعلوا هي صادقة فيما تدعيه. فأقر بما ادعت ليصون زوجته عن النظر إليها.
قالت المرأة: هو في حِلٍ من صداقي في الدنيا والآخرة.
“Seorang wanita mengadu kepada hakim di Negeri Roy. Wanita tersebut mengklaim bahwa suaminya masih berhutang mahar kepadanya 500 dinar. Namun, sang suami mengingkari hal tersebut dan sang istri datang membawa bukti akan hal tersebut.
Para hakim kemudian berkata (kepada sang suami), ‘Kami ingin Engkau membuka wajahnya (istrimu) kepada kami, sehingga kami yakin bahwa wanita tersebut ialah istrimu.’
Sang suami berkata, ‘Jangan kalian lakukan hal tersebut. Klaim dia (istriku) itu benar.’
Sang suami mengakui hal tersebut untuk menjaga istrinya agar sang hakim tidak melihat wajahnya (cemburu yang syar’i).
Akhirnya sang istri berkata, ‘Aku telah halalkan (relakan) maharku atasnya di dunia dan akhirat’” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 11: 81).
Perhatikanlah bagaimana kecemburuan orang shalih dahulu. Inilah yang dinamakan cemburu cemburu syar’i, yang dipuji oleh syariat. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
BACA JUGA: Nasihat Rasulullah SAW tentang Rasa Cemburu
قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
“Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan istriku (berzina), niscaya dia akan kutebas dengan pedang.’ Ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku’” (HR. Bukhari).
Namun yang wajib diperhatikan adalah rasa cemburu yang tercela. Yaitu cemburu berlebihan yang selalu menimbulkan prasangka buruk pada pasangannya. Cemburu yang menyebabkan menuduh pasangan tanpa bukti serta dapat menghilangkan kasih sayang sesama pasangan. Wallahu a’lam. []
SUMBER: MUSLIM.OR.ID