Oleh: Windi Juni Alma
Mahasiswi STEI SEBI Depok
whindyjunialma2000@gmail.com
MANUSIA adalah makhluk yang diberkahi dengan akal pikiran, yang menjadikannya berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia juga tentu memeliki kelebihan dan kelemahan, berdampingan dengan kegigihan dan rasa malas.
Berbicara tentang rasa gigih dan malas, tentu ada masa dimana kita merasa bersemangat dan juga merasa malas dalam, hal ini hati manusia lebih menjadi mudah untuk berubah-ubah kadang bersemangat kadang juga merasa malas dalam mengerjakan amanah, baik amanah yang diberikan Allah swt ataupun amanah yang diberikan manusia lainnya, bagian dari rasa malas tersebut biasa disebut dengan futur
Futur adalah suatu penyakit yang membuat kondisi manusia menjadi kendor keimanannya. Yang tadinya sangat rajin dan istiqomah mengerjakan amalan-amalan sunnah, kini tersebabkan futur untuk mengerjakan amalan wajib saja menjadi malas-malasan.
BACA JUGA:Â 4 Penyebab Futur yang Perlu Dihindari Seorang Muslim
Begitulah sekiranya penyakit ini menjangkiti manusia memberikan dampak yang sangat mengerikan. Yang tadinya sangat aktif dalam berorganisasi dan amanah dalam tugas yang diberikan kini tersebabkan futur menjadi insan yang lalai dalam amanah.
Rasa futur ini merupakan sifat yang harus diwaspadai, sebab bukan hanya menimbulkan rasa malas namun memudahkan terjadinya maksiat. Ketika kita sedang merasa malas maka syaitan akan lebih bersemangat untuk menggoda dan tentunya karena kadar keimanan kita menurun maka tidak ada yang menguatkan kita melawan godaan syaitan.
Bukankah Allah SWT mencintai hamba yang bersemangat dalam mengerjakan kebaikan, dan tidak menyukai hambanya yang berputus asa? Dalam sejarah Rasulullah SAW, bahaya dari sifat futur ini telah Allah perlihatkan.
Tatkala kaum muslimin hijrah ke Habasyah, terdapat diantara peserta hijrah yang futur hingga akhirnya murtad dari islam. Begitulah Allah memperlihatkan bahayanya futur yang mana mampu membuat kaum muslimin murtad dari keimanannya.
Dalam sejarah salah satu perang juga terdapat seorang muslimin yang begitu gigih dan penuh semangat. Namun, Nabi menghukuminya sebagai seorang penghuni neraka, disebabkan orang tersebut bunuh diri, semangatnya melemah sehingga godaan syaitan menggiringnya untuk menusukkan tombak ke perutnya.
Begitulah Allah memerintahkan kita untuk tetap bersemangat bahkan dalam menghadapi kematian Allah menginginkan pemuda itu untuk terus berjuang dan bersemangat serta menghindari sifat putus asa. Tapi nyatanya karena sifat futur yang membuat pemuda itu mendengarkan godaan syaitan yang terus memerintahkannya untuk menusukkan tombak ke perutnya yang menjadikannya membunuh diri sendiri dan kini menjadi penghuni neraka. Naudzubillah.
Sifat futur memang telah disebutkan dalam hadist Nabi yang artinya, “Setiap amalan ada masa bersemangat dalam melakukannya dan setiap masa bersemangat ada waktunya melemah. “ (Riwayat Ahmad disahihkan Albani). Jika mulai merasa bahwa semangat untuk mengerjakan kebaikan mulai merosot maka diingatkan kembali tentang tanggung jawab kita, tanggung jawab sebagai hamba Allah swt dan tanggung jawab sebagai manusia.
Adapun cara meraih kestabilan dalam kebaikan menurut Umar bin Khattab, “Sesungguhnya hati itu memiliki masa bersemangat kepada kebaikan dan masa membelakangi kebaikan itu. Jika ia bersemangat, maksimalkan dalam amalan-amalan sunnah, jika sedang membelakangi maka tetapkan dia untuk tidak meninggaklan yang wajib.”
BACA JUGA:Â Hati-Hati Terjangkit Penyakit Futur, Ini 11 Sebabnya
Bahkan Islam memberikan solusi ketika merasa futur, Islam memahami bahwa tidak selamanya keimanan akan terus meningkat akan ada masa ketika keimanan kita menurun. Islam memberikan solusi ketika iman menurun kita selalu dianjurkan untuk berusaha dalam koridor sunnah. Meski terkadang ada perubahan intensitas yang tadinya rajin dengan amalan sunnah kini tersebabkan futur islam memahami dan memberikan solusi selama tidak meninggalkan amalan yang wajib.
Maka ketika merasa futur mari mengevaluasi diri, dan mengingat kembali bahwa sudah sejauh ini pencapaian diri, dan terus bersemangat untuk melakukan pencapain-pencapaian lainnya. Jangan hanya tersebabkan futur kita menjadi insan yang kembali pada masa lemah serta segera meminta petunjuk dan perlindungan kepada Allah swt semoga Allah memberikan hidayah.
Bukankah Allah SWT menilai amalan kita pada keistiqomahan kita bukan pada kuantitasnya? Allah lebih menyukai seorang hamba yang membaca Al-Qur’an satu lembar tapi istiqomah setiap hari dibandingkan hamba yang membaca Al-Qur’an lima lembar hanya dalam seminggu sekali. []