IBNU Ishaq menuturkan: Abu Thalib beserta rombongan dagang Quraisy menuju Syam. Ketika ia telah siap untuk berangkat, menurut sebagian ulama, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berkeinginan untuk ikut pergi bersamanya.
Abu Thalib tidak kuasa untuk meninggalkannya. Ia berkata, “Demi Allah aku harus membawanya pergi bersamaku. Ia tidak harus berpisah denganku dan aku tidak harus berpisah dengannya.”
Akhirnya Abu Thalib berangkat dengan membawa serta Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam.
Ketika rombongan bisnis Quraisy sampai di Busra, sebuah kawasan di Syam, ternyata di sana hidup seorang pendeta bernama Bahira sedang berada di rumah ibadahnya. Ia adalah sosok yang paling tahu tentang agama Kristen. Di rumah ibadah itulah dia hidup sebagai seorang pendeta, dan umat Nasrani mendapatkan ilmu dari rumah ibadah tersebut melalui sebuah kitab yang ada di dalamnya yang diwariskan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Demikianlah menurut klaim banyak ulama.
BACA JUGA: Kesaksian Abu Thalib yang Membuat Nabi Bersedih
Pada tahun itu rombongan Quraisy berhenti di Bahira dimana sebelumnya mereka senantiasa melewatinya namun Bahira tidak pernah mau berbicara dan tidak mempedulikan mereka hingga tahun itu. Tatkala rombongan berhenti di dekat rumah ibadah Bahira di tahun itu, ia membuatkan makanan yang banyak sekali untuk mereka. Pendeta Bahira melakukan itu semua, menurut sebagian besar ulama, karena ada sesuatu yang dia lihat saat berada di dalam rumah ibadahnya. Ada pula yang mengatakan, ketika Bahira sedang berada dirumah ibadahnya, ia melihat Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berada di tengah-tengah rombongan Quraisy sedangkan awan menaungi beliau di tengah mereka.
Ibnu Ishaq melanjutkan: Kemudian mereka berhenti di bawah rindang pohon dekat Bahira. Bahira melihat awan ketika pohon menaungi Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan ranting-ranting pohon merunduk luluh kepada beliau hingga Rasulullah bernaung di bawahnya. Saat Bahira menyaksikan peristiwa, ia keluar dari rumah ibadahnya dan menyuruh pembantunya membuat makanan.
Sedang ia sendiri pergi ke tempat rombongan bisnis Quraisy. Ia berkata kepada mereka: “Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua dari anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka semuanya ikut hadir.”
Kemudian ada seseorang yang bertanya kepada Bahira, “Demi Allah wahai Bahira, betapa luar biasanya apa yang engkau lakukan kepada kami di hari ini, padahal sebelum ini kami sering sekali melewati tempat tinggalmu ini. Apa gerangan yang terjadi pada dirimu pada hari ini?”
Bahira pun menjawab, “Engkau tidaklah salah. Aku dulu memang persis seperti yang engkau utarakan. Namun kalian adalah tamu dan aku suka untuk menjamu kalian. Aku telah membuat makanan untuk kalian dan aku ingin semua menikmatinya.”
Merekapun masuk ke rumah Bahira, sementara Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam tidak ikut bersama mereka karena masih kecil. Beliau bernaung di bawah pohon untuk menjaga perbekalan rombongan Quraisy.
Ketika Bahira melihat rombongan Quraisy dan ia tidak menyaksikan sifat yang telah ia ketahui, ia berkata: “Hai orang-orang Quraisy, saya ingatkan jangan sampai ada seorang pun yang tidak makan makananku ini.”
Mereka berkata kepada Bahira: “Wahai Bahira, “Masih ada seorang anak kecil di antara kami yang tertinggal di tempat perbekalan rombongan.” Bahira berkata: “Janganlah kalian bertindak seperti itu, panggillah dia agar makan bersama dengan kalian.” Salah seorang rombongan Quraisy berkata: “Demi Al-Lata dan Al-Uzza, sungguh sebuah aib bagi kami jika anak Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut serta makan bersama kami.” Setelah itu, Bahira datang menemui Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, mendekapnya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy lainnya.
Ketika Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam datang, ia memperhatikan beliau dengan teliti, dan memperhatikan seluruh tubuhnya. Dari hasil penglihatannya, ia dapatkan sifat-sifat kenabian pada beliau.Tatkala mereka selesai makan, rombongan Quraisy berpencar sedangkan Bahira mendekati Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada beliau: “Wahai anak muda, dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza aku menanyakan kepadamu dan engkau hendaknya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu.”
Bahira mengatakan seperti itu, karena ia mendengar bahwa kaum Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersumpah dengan Al-Lata dan Al-Uzza. Ada yang mengatakan, bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Janganlah sekali-kali engkau bertanya tentang sesuatupun kepadaku dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat kubenci melebihi keduanya.” Bahira kemudian berkata: “Baiklah aku bertanya padamu dengan menyebut nama Allah, dan hendaknya engkau menjawab pertanyaanku.” Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tanyakanlah kepadaku apa saja yang hendak engkau tanyakan!”
Bahira menanyakan banyak hal kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, tentang kondisi tidur beliau, postur tubuh beliau dan masalah-masalah lain. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menjawab apa yang dia tanyakan. Dan semua jawaban Rasulullah sesuai dengan apa yang dia ketahui.
Kemudian Bahira melihat punggung Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, dan ia melihat tanda kenabian ada di antara kedua pundak persis seperti ciri-ciri Nabi yang diketahuinya.
Ibnu Hisyam berkata: Tanda kenabian Rasulullah seperti bekas bekam.
Ibnu Ishaq berkata: Sesaat setelah itu, Bahira menyapa paman Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam Abu Thalib, lalu bertanya padanya: “Apakah anak muda ini anakmu?”
Dengan cepat Abu Thalib menjawab: “Benar, dia anakku!”
Bahira berkata: “Tidak!, dia bukanlah anakmu. Anak muda ini tidak layak memiliki seorang ayah yang masih hidup.”
Abu Thalib berkata: “Oh, ya! Dia anak saudaraku.”
Bahira kembali bertanya: “Apa pekerjaan ayahnya?”
Abu Thalib menjawab: “Ayahnya meninggal dunia saat dia ada di dalam kandungan ibunya.”
Bahira berkata: “Segera bawa pulang keponakanmu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jagalah dia dari kejahatan orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihatnya seperti yang aku saksikan, niscaya mereka membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi suatu perkara besar pada ponakanmu ini. Karena itulah, bawalah dia pulang segera ke negeri asalmu!”
BACA JUGA: Sikap Abu Thalib dalam Melindungi Rasulullah
Setelah menuntaskan urusan bisnisnya di Syam, Abu Thalib segera membawa pulang Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam ke Mekkah. Banyak orang mengklaim bahwa Zurair, Tamam dan Daris, ketiganya Ahli Kitab, melihat pada diri Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam persis sebagaimana yang Bahira lihat pada beliau dalam perjalanan bersama pamannya, Abu Thalib. Mereka bertiga berusaha keras mencari Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, namun Bahira melindunginya dari mereka.
Bahira mengingatkan mereka kepada Allah, tentang nama dan sifatnya yang bisa mereka temukan dalam kitab mereka, serta bahwa sekalipun mereka sepakat untuk membunuh beliau, mereka tidak mungkin dapat mendekati beliau. Bahira tidak henti-hentinya memberi nasihat hingga akhirnya mereka menyadari kebenaran ucapan Bahira, kemudian membenarkan ucapannya dan menarik mundur niatnya untuk membunuh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, dan mereka berpaling meninggalkan Bahira.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam tumbuh besar dan berkembang, sementara Allah menjaganya dan melindunginya dari orang-orang jahiliyah. Ini karena Allah hendak memuliakan dan memberikan risalah kepadanya. Hingga saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi seorang dewasa dia menjadi pahlawan di tengah kaumnya, sosok yang paling baik akhlak dan budi pekertinya, paling mulia nasabnya, paling baik bertetangga, teragung sikap santunnya, paling benar tutur katanya, paling agung memegang amanah, paling jauh dari kekejian, paling jauh dari akhlak-akhlak buruk, hingga akhirnya kaumnya menggelarinya dengan “Al-Amin” karena Allah menghimpun dalam diri beliau hal-hal yang baik.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan tentang perlindungan Allah padanya dari perilaku jahiliyah sejak masa kecilnya. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Pada masa kanak-kanak, aku bersama dengan anak-anak kecil Quraisy mengangkat batu untuk satu permainan yang biasa anak-anak lakukan. Kami semua telanjang dan meletakkan bajunya dipundaknya masing-masing untuk memanggul batu. Aku ikut maju dan mundur bersama dengan mereka. Namun tiba-tiba ada seseorang yang belum pernah jumpa sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan sambil membisikkan sebuah kata: “Kenakan kembali pakaianmu!” Lalu segera aku mengambil pakaianku dan mengenakannya. Setelah itu, aku memanggul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian, tidak seperti yang dilakukan teman-temanku. []
Sumber: Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam, Ak-Armedia.