BOGOR—Buya Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah (1998-2005) termasuk sedikit di antara tokoh nasional di negeri ini, yang layak disebut sebagai tokoh Islam dan guru bangsa. Bukan sekadar man of ideas, tapi juga man of action. Buya laksana pelita di tengah gulita bangsa yang sarat dengan pelbagai persoalan keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Melalui karya-karyanya dan tulisan-tulisannya di sejumlah media, Buya tak pernah lelah mengumandangkan moralitas dan keadaban publik. Krisis dan keterpurukan yang dialami bangsa ini, menurutnya, sesungguhnya akibat diabaikannya moralitas dan keadaban publik.
Untuk tujuan itu, Buya ingin agar Islam yang dikembangkan di Indonesia harus terbuka, inklusif, dan memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan Negara. Agar bisa mengembangkan Islam seperti itu, lanjut Buya, umat Islam harus bermental terbuka, semangat untuk maju, optimis dan tidak putus asa, serta tidak bermental minoritas. Buya juga sosok yang tegas dalam bersikap di saat sebagian besar tokoh Islam gagap dalam menyikapi isu korupsi dan radikalisme.
Sebagai “muazin bangsa” Buya tak pernah putus asa memerangi ketidakadilan, korupsi, dan mafia yang merongrong kewibawaan bangsa. Gagasan dan refleksi pemikirannya lahir dari keprihatinan akan kondisi umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di bumi nusantara ini. Buya juga sering mengingatkan agar umat Islam tidak lagi mempersoalkan hubungan Islam, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Ketiga konsepsi tersebut haruslah senafas agar Islam yang berkembang di Indonesia adalah sebuah Islam yang ramah dan terbuka.
MAARIF Institute, sebagai lembaga yang didirikan untuk menerjemahkan berbagai ide-ide besar Buya, merasa memiliki tanggungjawab besar itu. Untuk merawat ide-ide Buya yang bernas dan mencerahkan, maka pada 22 Juli–1 Agustus 2018 MAARIF Institute, menyelenggarakan Sekolah Pemikiran Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif. Acara yang berlokasi di Grand Mulya Bogor Hotel, ini diikuti oleh 15 orang peserta terpilih dari seluruh Indonesia, setelah sebelumnya telah lolos tahapan seleksi. Peserta terpilih ini akan dikarantina selama sepuluh hari short-course.
Program yang digelar sampai penghujung bulan Juli 2018 ini ditujukan bagi para mahasiswa S2 akhir, dan yang sedang menempuh program doktoral. Untuk mengikutinya, para peserta diwajibkan membuat esai mengenai tema-tema yang telah ditentukan dengan mencantumkan sejumlah sumber bacaan minimal lima buku karya Buya Syafii Maarif.
Adapun tujuan diadakannya Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan ini, menurut Muhammad Abdullah Daraz—Direktur Eksekutif MAARIF Institute—adalah untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan Buya yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinekaan, kepada anak-anakmuda yang punya latarbelakang etnis, suku, budaya, dan agama yang berbeda. Juga, memformulasikan peta intelektualisme dan aktivisme Buya Syafii dalam konteks perkembangan pemikiran Islam Indonesia kontemporer. Melalui kegiatan ini diharapkan generasi muda Indonesia memiliki perspektif, sikap dan pendirian yang relatif sama dalam memotret dinamika, perubahan dan perkembangan kehidupan keberagaman di Indonesia.
Kegiatan ini juga diharapkan mampu menjadi wadah bagi terbentuknya jejaring intelektual muda dari berbagai daerah dan pelosok di Indonesia, sebagai jangkar bagi penyemaian berbagai ide dan gagasan besar Buya Ahmad Syafii Maarif di masyarakat lebih luas.
Acara ini selain dibuka oleh Buya Ahmad Syafii Maarif, juga menghadirkan beberapa narasumber kredibel sesuai dengan keahliannya, diantaranya Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan Dewan Pembina Maarif Institute) sebagai pemberi Pidato Kunci. Sejumlah narasumber juga akan hadir dalam acara ini, misalnya Prof. Dr. Mahfud MD, Sudhamek AWS, Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Dr. Haedar Nashir, Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Dr. Ruhaini Dzuhayatin, Ahmad Najib Burhani, Ph.D., Dr. YudiLatif, Dr. Haryo Aswicahyono, Dr. Yusuf Rahman, Luthfi Assyaukanie, Ph.D.Dinna Wisnu, Ph.D, KH. Husain Muhammad, Dr. Abdul Gaffar Karim, Dr. Zainal Arifin Mochtar, Dr. Budhy Munawar Rachman dan lain-lain. []