RASULULLAH ﷺ telah mewanti-wanti kepada kita tentang akan adanya penyakit Al-Isyq. Al-Isyq merupakan penyakit atau virus cinta yang bisa menyerang manusia. Dan ternyata, di zaman ini, virus Al-Isyq sudah menyebar, terutama di kalangan generasi millenial dan gen Z.
Seseorang yang terjangkit penyakit ini, bisa saja menjadi orang yang serba nekat. Ia akan melakukan apapun demi orang yang dicintainya, meski harus menyerahkan kehormatannya. Bahkan, ketika orang yang dicintainya tak membalas cintanya, maka bisa jadi ia melakukan hal-hal yang tidak baik untuk dirinya dan orang lain. Maka, perlu bagi kita untuk segera mengobati orang-orang yang sudah terlanjur terjangkit penyakit ini.
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah Al-Isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Bagaimana caranya?
BACA JUGA: Inilah Penyakit Kemusyrikan yang Tersembunyi di Dalam Hati
Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).”
Hadis ini memberikan dua solusi, yakni utama, dan pengganti.
Solusi pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.”
Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah,” (QS. An-Nisa: 28).
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap hamba-Nya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya. Sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat.
Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmat-Nya terhadap makluk yang lemah ini.
Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya.
Jiwa yang telah memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh.
BACA JUGA: Jauhi Penyakit Senang Melihat Orang Susah dan Susah Melihat Orang Senang
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.
Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal.
Pertama, karena takut kepada Allah. Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi derajatnya.
Jangan sampai Anda menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiran menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.
Langkah utama mengobati penyakit Al-Isyq atau virus cinta ialah dengan mengakhiri masa lajang. Namun, jika sulit, maka ia harus menanamkan dalam benaknya, bahwa apa yang diimpikan mustahil terjadi. Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal.
Pertama, karena takut kepada Allah. Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi derajatnya.
Jangan sampai Anda menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiran menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.
Kedua, keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus. Yaitu, gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, serta bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapatkan dua hal menyakitkan ini, niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta.
Dia akan bepikir, bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama, harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan kebahagiaan abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya. Sungguh, orang yang terhindar ialah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.
Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsu dapat menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang bakal diterimanya.
Lebih parah lagi, dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan dan kemaslahatannya.
Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya.
Hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada di sekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab, sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong kuat agar dapat membenci dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya.
BACA JUGA: Dahsyatnya Terapi Alquran untuk Sembuhkan Penyakit Hati
Jangan terperdaya karena kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannya kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan mengenai hatinya.
Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepada-Nya. Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaran-Nya sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri.
Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas. []
Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta | almanhaj.or.id