Oleh: Yudhistira Adi Maulana
TERTAWA adalah sesuatu yang wajar. Tidak wajar jika tertawa dilakukan secara berlebihan. Rata-rata orang beranggapan bahwa tertawa adalah salah satu ciri kebahagiaan, benarkah demikian?
Tertawa yang sehat bukan tertawanya orang gila atau yang mentertawakan orang lain. Menertawakan orang lain seakan-akan mendapatkan kemenangan, itu bukanlah kebahagiaan yang hakiki.
Kebahagiaan tidak hanya terletak pada keadaan diri kita (misalnya, semua kebutuhan kita terpenuhi), melainkan juga karena kita selalu mempunyai perspektif yang tepat terhadap kondisi diri sendiri. Dengan demikian, tips utama untuk tertawa secara sehat dan benar adalah kita tertawa ketika bahagia.
1). Supaya kita hidup bahagia
Menurut Rhonda Byrne, jalan pintas ke segala sesuatu yang kita inginkan adalah “ menjadi” dan “merasa” bahagia. Ketika bahagia, di dalam diri kita terdapat kenikmatan, dan hubungan kita pun dengan relasi-relasi kita akan berjalan dengan baik.
Hal ini dikarenakan kita terus menyapa, tersenyum, dan membalas penuh prhatian orang lain yang mengajak kita bicara. Selain itu, dengan hati yang bahagia, kita dapat menjalankan aktivitas keseharian kita dengan energi. Kebahagian bisa disebut kunci sukses dalam menjalanakan kehidupan ini. Kebahagiaan dapat terwujud melalui 3 hal berikut:
a). Kepuasan karena terpenuhinya kebutuhan
Apabila kita memperoleh sesuatu yang benar-benar kita inginkan maka ada perasaan senang dalam diri kita. Misalnya, ketika kita membutuhkan jawaban cinta dari seseorang, ternyata dia menjawab cinta , apa yang kita rasakan? Iya, saat itulah, kita merasa sangat berbahagia lantaran yang kita inginkan dan butuhkan tercapai.
Pencapaian ini menimbulkan kepuasan dalam diri kita yang membuat kita bahagia. Kondisi tersebut tidak hanya masalah cinta, tetapi juga terkait masalah-masalah lain-lainnya. Contohnya, ketika karir kita cemerlang atau kita diminta menduduki jabatan baru? Tentu saja bahagia bukan.
Kebahagian itu dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Artinya ada sesuatu di luar diri kita yang menentukan kebahagian kita misalnya uang, materi, cinta seorang wanita, atau laki-laki kepada kita, atau memperoleh keturunan.
b). Kerelaan menerima apa adanya
Sebenarnya sikap persepsi kita terhadap peristiwa atau kebahagian yang terwujud diakibatkan oleh ekspresi kita (kondisi internal terhadap kondisi eksternal) artinya kita dapat berbahagia dengan kondisi yang dialami oleh kita. Walaupun materi yang kita punya lebih sedikit daripada yang dimiliki oleh orang lain.
Sebagai contoh, orang miskin yang menerima uang Rp. 100.000,00 lebih berbahagia daripada orang kaya yang menerima jumlah uang yang sama. Kebahagian yang terpancar dari si miskin berasal dari kondisi internalnya (persepsinya) dalam melihat kndisi eksternal (menerima uang Rp. 100.000,00).
Selain itu, kondisi internal juga dapat berwujud motivasi. Seseorang yang sama bekerja, walaupun mempunyai jenis kerja yang sama tetapi persepsi yang dibangun belum tentu sama antara satu orang dengan orang lain. Boleh jadi, seseorang tampak bersemangat karena ia harus mempunyai motivasi meraih sesuatu, sedangkan orang yang lain terlihat lesu. Dalam hal ini, seseorang yang mempunyai motivasi dalam mengerjakan sesuatu akan memperoleh kebahagiaan yang lebih banyak daripada orang yang melakukan perkerjaan didasarkan pada unsur paksaan.
c). Perasaan mengetahui makna hidup secara spiritualitas
Spiritualitas dalam agama islam dijalankan dengan khusyu dan khudhu’, serta menyelami makna-makna bacaan solat. Menghadap ilahi karena raja (pengharapan), khauf (takut), sekaligus mahabah (cinta) maka perpaduan ini akan menghasilkan makna hidup yang lebih mendalam.
Dari urauan tersebut, bisa dimaknai bahwa kebahagiaan diperoleh melalui dua hal, kebahagiaan yaitu pikiran dan emosi. Pikiran atau kognisis adalah suatu proses dalam usaha mengetahui, baik melalui kesadaran, pancaindra, ataupun perasaan. Dengan ungkapan lain, pikiran ialah proses mengenal lingkungan (atau kondisi eksternal) yang dilakukan oleh seseorang.
Pikiran atau kognisi ini berpengaruh terhadap tindakan “berpersepsi”, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Dengan persepsi yang baik, akan timbul tindakan dan sikap mental yang baik juga. Artinya, pikiran dapat mempengaruhi emosi kita, termasuk mempengaruhi jiwa kita agar lebih bahagia.
Kebahagiaan lainnya ialah persepsi kita terhadap realitas luar. Maksudnya, seberapa besar materi yang kita butuhkan. Dalam hal ini, kita tidak akan bahagia apabila persepsi (pikiran) kita dalam memaknainya kurang tepat.
Contohnya sangat mudah, yaitu seorang pejabat, walaupun diberikan kenikmatan besar, tetapi persepsinya dalam memaknainya rezeki yang dilimpahkan kepadanya kurang tepat, sehingga ia merasa kurang puas, lalu melakukan tindakan korupsi.
Begitu juga dengan kebahagiaan spiritual, yang juga diakibatkan oleh persepsi kita tentang keadaan di luar kita. Misalnya, mengenai hubungan kita dengan Tuhan atau persepsi kita terhadap hakikat alam semesta. Pengetahuan terhadap makna hakikat itu akan menimbulkan kepuasan di batin kita, yang menyebabkan kita bahagia.
Maka, tidaklah mengherankan bila kebahagiaan spiritual sering kali dinikmati oleh para ahli tasawuf, atau mungkin dapat diraih tanpa melalui jalan tasawuf, misalnya dengan mengoptimalkan makna peribadatan.
Selain pikiran (kognisi), faktor kebahagiaan lainnya adalah unsur emosi. Emosi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. Atau, emosi dapat digambarkan sebagai reaksi psikologis dengan menampakkan raut muka tertentu, seperti gembira, sedih, haru, atau cinta.
Emosi kita bersifat dinamis, yang bisa berubah dari sedih menjadi gembira, dan sebaliknya. Maka, usahakanlah emosi kita dalam keadaan selalu bergembira, misalnya dengan cara mengingat keberhasilan ataupun melalui pancingan humor.
Perasaan gembira dalam hati kita akan memudahkan keluarnya hormon endorphin, yaitu hormon sejenis morfin yang berfungsi sebagai penawar rasa sakit, dan diproduksi dlam tubuh pada kondisi-kondisi tertentu. Selain itu, endorfin juga dapat membuat jiwa menjadi nyaman dan tenang, serta berfungsi meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menekan pertumbuhan kanker.
Hormon ini dihasilkan dalam kondisi tertentu, terutama saat riang gembira, yang bersifat menyehatkan tubuh. Artinya, semakin berbahagia seseorang, tubuh semakin banyak mengeluarkan hormon endorphin. []