Oleh: Rohmat Saputra
Penulis, Anggota Kelas Menulis Islampos
Terdapat satu pohon kurma milik Abu Lubabah yang buahnya berjatuhan ke dalam rumah anak yatim. Setiap hari anak-anak yatim tersebut memunguti dan memakannya.
Suatu hari Abu Lubabah mengetahui mereka sedang makan kurma dari pohon miliknya. Lantas Abu Lubabah melaporkan perbuatan itu kepada Rosul.
Kemudian Rosul memanggil anak yatim dan ditanya kenapa memakan buah kurma yang jatuh dari pohon Abu Lubabah.
Mereka menjawab, “Kami kira kami punya hak memakannya ya Rosulullah.”
Rosul baru tahu kalau itu adalah anak yatim.
Rosul berkata kepada Abu Lubabah, “Juallah pohon kurmamu pada dia, dan engkau akan mendapat ganti kelak pohon kurma di syurga, dimana kalau engkau berjalan dengan mengendarai (kuda), selama 100 tahun maka engkau tetap masih berada dibawah naungan keteduhan pohon kurma tersebut.”
Tapi Abu Lubabah hanya menjawab, “Ya Rosulullah, itu satu-satunya pohon yang saya punya”.
Mungkin itu bahasa halus dari menolak. Abu Lubabah tidak mau menjual pohon itu.
Rosulullah tahu sahabatnya tidak mau, maka beliau tidak memaksa. Meski begitu, Abu Lubabah adalah veteran perang Badar, yang mana Allah mengatakan lakukanlah apa yang kalian suka, maka akan diampuni.
Setelah semua urusan selesai, Abu Dahdah datang untuk menemui Nabi. Seraya berkata, “ Ya Rosulullah, aku tadi mendengar apa yang kau katakan kepada Abu Lubabah. Jika aku melakukan seperti itu, bisakah aku dapat seperti yang engkau janjikan?”
“Tentu kamu dapat apa yang aku janjikan” Jawab Rosul.
Abu Dahdah langsung pamit dan segera pergi menemui Abu Lubabah.
Ia barter seketika kebun miliknya dengan milik Abu Lubabah yang hanya satu pohon korma saja. Padahal kebun Abu Dahdah terkenal di Madinah dengan kebun yang bagus. Di dalamnya terdapat 600 pohon korma. Tak hanya itu. Terdapat mata air yang jernih dan mengalir terus menerus. Adapula didalamnya rumah yang biasa dihuni. Kebun inilah yang paling subur dan memiliki kwalitas buah yang paling baik di Madinah.
Setelah transaksi barter deal dengan disetujui kedua belah pihak, Abu Dahdah kemudian mendatangi rumah anak yatim yang berdekatan dengan satu pohon kurma dan saat itu telah menjadi miliknya. Ia menemui anak yatim dan berkata, “Wahai anak-anakku, sekarang pohon ini milik kalian. Makanlah sesuka kalian kapanpun.”
Selanjutnya Abu Dahdah mendatangi kebun miliknya yang sudah berpindah kepemilikan. Disana ada anak dan istrinya yang sedang menikmati buah kurma yang berjatuhan. Abu dahdah menyeru mereka, “Keluarlah wahai anak dan istriku”.
Istrinya bertanya, “Kenapa wahai Abu Dahdah”?
“Kebun ini sudah aku jual”, balas sang suami.
Kepada siapa engkau menjualnya wahai Abu Dahdah?
Tanya istrinya penasaran.
“Aku menjualnya kepada Allah. Allah ganti kebun ini dengan yang lebih baik dari pada dunia”.
Istrinya menjawab, “Itu baru untung wahai Abu dahdah, itu baru untung”.
Kabar itu sampai kepada Rosul. Beliau lalu mendoakan Abu Dahdah dan keluarganya dengan keberkahan.
Maka Abu Dahdah hidup dalam keberkahan dan kekayaan yang melimpah.
Ia rela mengganti kebun yang dilihat dari segi dunia sangat prospek untuk meraup keuntungan besar. Abu Dahdah tidak berfikir panjang bagaimana nanti menghidupi keluarganya jika kebun diberikan cuma-cuma kepada orang lain”. Tapi karena keyakinan sahabat ini kuat, maka dunia begitu kecil bagi pandangannya. Tak ada cinta dunia dihatinya sehingga mudah melepaskan kebun itu dan diganti dengan satu pohon saja.
Abu Dahdah yakin bahwa perantara ia dan keluarga bisa makan bukan saja dari kebun itu. Dan ia juga yakin bahwa Allah tak mungkin menelantarkan hambanya yang bertransaksi jual beli kepada Sang Pemberi Rezeki. Akan selalu ada pintu rezeki jika keyakinan kepada-Nya tinggi dan tak pernah putus demi menolong orang lain. []
Dari berbagai sumber