ZAMAN dulu para sahabat tidak suka apabila diberi jabatan. Biasanya yang terpilih menjadi jabatan akan mengucapkan Inna lillahi wainna ilahi raajiuun. Mereka sedih dan mengucurkan air mata. Badannya bergetar karena tidak takut menjalankan amanah. Ini dikarenakan, tanggung jawab yang sangat besar dalam memimpin umat. Sebagian besar sahabat, justru terang-terangan menolak jabatan.
Seperti kisah Bashar bin Asim, beliau dilantik oleh Khalifah Umar bin Khaththab sebagi pejabat pemungut pajak. Ia ditugaskan untuk memungut pajak penduduk Hawazin. Dan tampaknya, Bashar enggan dengan tugas tersebut, sehingga seperti mengulur-ngulur waktu keberangkatannya.
BACA JUGA: Umar bin Khattab, Sahabat Nabi yang Tidak Menginginkan Dunia
“Apa yang menyebabkanmu terlambat?” tanya Umar. “Apakah kamu tidak mendengar dan taat pada perintah kami?”
“Tidak, sungguh aku paham maksud perintahmu,” jawab Bashar. “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang menjadi ketua bagi sesuatu urusan kaum muslimin, pada hari kiamat ia akan datang dengan berdiri di atas sebuah jembatan neraka. Jika ia melakukan kebaikan, ia akan selamat. Jika melakukan kejahatan, jembatan itu akan runtuh, lalu ia akan jatuh ke dalam api neraka selama tujuh puluh tahun.” Jelas Bashar.
Bashar sangat takut ancaman itu jika tidak amanah. Ia ingin menolak perintah ini. Namun, Umar terus mendesaknya. Seperti biasa kepada sahabat yang menolak jabatan ia katakan, “Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku, kemudian kalian membiarkanku memikulnya seorang diri? Tidak, demi Allah, tidak ku izinkan selama-lamanya!”
BACA JUGA: Keunggulan Para Sahabat Nabi
Inilah gambaran sahabat yang tidak menyukai jabatan. Mereka tidak suka pujian, apalagi harta benda. Sifat tawadhu begitu mengakar dalam setiap sisi kehidupan mereka. Mereka lebih takut terhadap hisab akhirat, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan pun mereka sangat hati-hati. [ ]
Referensi: 99 Kisah Menakjubkan Sahabat Nabi/Tethy Ezokanzo/PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta