Oleh: Titien SDF
BATU adalah, salah satu ciptaan Allah yang paling dikenal dan acapkali digunakan dalam berbagai keadaan. Sejak zaman primitif yang kita sebut zaman ‘batu’, pun hingga sekarang walau orang menyebut zaman ‘gadget’ atau zaman ‘mileneum’ atau apa sajalah yang mengisyaratkan kecanggihan. Batu tetap mengambil peran dalam semua peradaban.
Batu pun diabadikan dalam Alqur’an saat peristiwa pasukan gajah menyerang Ka’bah. Tahun di mana Muhammad Rasulullah saw dilahirkan, yang kemudian diabadikan sebagai ‘Tahun Gajah’. Di mana pasukan Raja Abrahah dari Yaman binasa oleh serangan batu-batu yang dibawa oleh burung ababil. Batu-batu yang khusus didatangkan dari neraka.
Batu masih menjadi senjata andalan hingga zaman kekinian. Setidaknya ia adalah saksi bahwa Palestina hingga saat ini masih eksis dan tak terhapus dari peta dunia. Tak lagi menunggu burung-burung ababil mengambilnya dari neraka. Batu-batu itu cukup tersedia di bumi kita. Lewat tangan-tangan bocah-bocah yang belum baligh usianya. Bocah-bocah Palestina yang sejak lahir diajarkan rindu syahid dan cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Batu-batu itu serupa batu biasa, namun menjadi serupa batu-batuan neraka di tangan bocah-bocah Palestina. Meruntuhkan keberanian tentara Israel yang berlindung di balik baju anti peluru, tank-tank dan segenap persenjataannya. Membuat mereka tak berdaya, lalu kelicikan membungkus akal mereka untuk menebar racun dan senjata kimia. Berusaha membungkam nyawa bocah-bocah Palestina agar tak sempat dewasa. Namun, adakah yang sanggup menentang kuasa-Nya.
Allah berfirman dalam Alqur’an surah Muhammad ayat 7: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Dan Dia membuktikan janji-Nya. Seberapa pun tentara Israel membantai bocah-bocah Palestina, mereka akan terus ada. Bersenjatakan batu andalan mereka, dengan tekad membebaskan bumi Allah tercinta.
Lain di Palestina, lain pula cerita batu yang menyejarah di negeri kita tercinta, Indonesia. Orang bilang bumi Indonesia terkenal suburnya, sampai-sampai tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Namun sekarang tanaman tumbuh pun enggan. Mungkin karena terlalu banyak batu jadi-jadian memenuhi lahan. Batu-batu yang didatangkan dari negeri tetangga dan diangkut kapal-kapal dalam bentuk bahan makanan.
Pada zaman kekhalifahan seorang ibu memasak batu untuk menenangkan anak mereka yang kelaparan. Lalu khalifah Umar bin Khaththab memergokinya dan menggantinya dengan sekarung bahan makanan. Dibawanya sendiri dengan tangannya, kemudian mengolah dan menyajikan. Berbuah kisah dengan sebaik-baik teladan.
Zaman sekarang kisah pun berulang. Banyak ibu yang memasak batu jadi-jadian untuk mengganjal perut yang kelaparan. Tak hanya berujud batu, bahkan di salah satu sudut negri ini mayat pun terpaksa disajikan. Na’udzubillah min dzalik. Namun nyaris tak ada Umar-Umar lain yang menggantikannya dengan bahan makanan. Padahal para pejabat hartanya berlimpahan, tapi nyaris hilang sisi kemanusiaan. Hanya disibukkan menata batu-batu untuk meninggikan jabatan. Menyusunnya menjadi tangga untuk meraih kekuasaan seolah-olah hidup takkan pernah terakhirkan. Bila ada yang mengingatkan, dianggap sebagai batu sandungan. Padahal batu-batu telah bertahta menggantikan hati mereka yang mati dan penuh kebutaan. Na’udzubillahi min dzalik.
Lain pula dengan generasi mudanya, terlalu lama mengenyam pendidikan hedonisme semata. Mereka berlaku bak penghuni hutan rimba. Siapa cepat dapat, kalau tak bisa amarahlah pamungkasnya. Batu-batu beterbangan mereka lemparkan, apabila kelompoknya merasa dikalahkan. Tak ada lagi cinta dan kasih sayang. Batu dan kekerasan sudah menjadi penentu kebijakan. Hati membatu tanpa petunjuk cahaya iman, hingga mata buta tak melihat berbagai peringatan. Dunia menanggung beban, akhirat menuai azab tak tertahankan.
Batu memang sesuatu yang sering dipandang sebelah mata. Namun sebenarnya memuat pelajaran yang sangat berharga. Di balik sifat kerasnya, dia masih meneteskan air mata karena rasa takut pada Allah, Sang Maha Pencipta.
Allah berfirman dalam Alqur’an surah Albaqarah ayat 74: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang airnya memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” []