SETIAP hari, seorang muslim dianjurkan untuk selalu bersedekah. Sedekah bisa dilakukan dengan berbagai hal, tidak selalu dengan uang. Lalu bagaimana jika seseorang ingin bersedekah, namun dia masih mempunyai utang? Apakah harus dilunasi terlebih dahulu baru boleh bersedekah?
Kita dajarkan untuk mendahulukan kewajiban sebelum amal yang sifatnya anjuran. Baik kewajiban terkait hak Allah maupun kewajiban terkait hak makhluk.
Kita bisa memahami, perbedaan hukum antara membayar utang dan sedekah. Utang terkait kewajiban kita kepada orang lain dan harus kita penuhi. Sementara sedekah sifatnya anjuran. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar manusia bersedekah setelah memenuhi kebutuhan pribadinya.
BACA JUGA: 7 Tips Islami agar Cepat Lunas Utang: Langkah Bijak Menuju Keberkahan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah terbaik adalah sedekah setelah kebutuhan pokok dipenuhi. Dan mulailah dari orang yang wajib kamu nafkah,”. (HR. Bukhari 1360 & Muslim 2433).
Mengingat pertimbangan ini, para ulama memfatwakan agar mendahulukan pelunasan utang sebelum bersedekah. Bahkan sebagian ulama menyebut orang yang mendahulukan sedekah sementara utangnya belum lunas, bisa terhitung memalak harta orang lain.
Imam Bukhari dalam shahihnya mengatakan,
Siapa yang bersedekah sementara dia membutuhkan, keluarganya membutuhkan atau dia memiliki utang, maka utangnya lebih layak dia lunasi sebelum sedekah, membebaskan budak, atau memberi hibah. Maka sedekah ini tertolak baginya. Dan dia tidak boleh menghilangkan harta orang lain.
Lalu beliau membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Siapa yang membawa harta orang lain (secara legal, seperti utang) dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya maka Allah akan menghilangkannya.
Imam Bukhari melanjutkan,
“Kecuali masih dalam batas normal, dilandasi bersabar, lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya, meskipun dia membutuhkannya. Seperti yang dilakukan Abu Bakr ketika beliau mensedekahkan hartanya atau perbuatan orang anshar yang lebih mendahulukan Muhajirin. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk menyia-nyiakan harta. Karena itu, tidak boleh menyia-nyiakan harta orang lain dengan alasan sedekah,” (Shahih Bukhari, 2/517).
Masih banyak keterangan lain yang disampaikan ulama yang menekankan agar pelunasan lebih didahulukan dari pada sedekah. Kita sebutkan diantaranya,
Keterangan Badruddin al-Aini,
“Bahwa bagian dari syarat sedekah, dia bukan termasuk orang yang membutuhkan, keluarganya membutuhkan dan tidak memiliki utang. Jika dia memiliki utang, maka wajib baginya melunasi utangnya. Dan melunasi utang lebih berhak didahulukan dari pada sedekah, membebaskan budak, atau hibah. Karena harus mendahulukan yang wajib sebelum yang anjuran,” (Umdatul Qari, Syarh Sahih Bukhari, 13/327).
“Siapa yang memiliki utang, tidak boleh bersedekah yang menyebabkan dia tidak bisa membayar utang. Karena membayar utang itu wajib yang tidak boleh dia tinggalkan,” (al-Kafi, 1/431).
BACA JUGA: 6 Dampak Sedekah yang Tidak Kita Sadari
Keterangan di atas berlaku ketika utang tersebut harus segera dilunasi. Karena itulah, ketika utang jatuh tempo masih jauh, dan memungkinkan baginya untuk melunasi, seseorang boleh bersedekah, meskipun dia memiliki utang.
Imam Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum sedekah ketika seseorang memiliki utang. Jawab beliau, Jika utangnya jatuh tempo masih jauh, dan waktu jatuh tempo anda memiliki dana untuk melunasinya, silahkan sedekah, tidak ada masalah. Karena anda terhitung mampu. (Ta’liqat Ibnu Utsaimin ala al-Kafi, 3/108). []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH