ZAKAT fitrah adalah zakat wajib yang dikeluarkan umat muslim pada bulan Ramadhan. Soal bayar zakat fitrah, tak sembarangan. Baik pemberi maupun penerima zakat telah diatur dalam syariat. Pemberi zakat disebut muzzaki. Sedangkan penerima zakat disebut mustahik.
Mustahik ada 8 golongan, yakni fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak, orang yang berhutang, yang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan orang yang dalam perjuangan (fisabilillah).
BACA JUGA: 8 Kelompok Penerima Zakat
Zakat fitrah biasanya dikumpulkan melalui badan amil zakat atau lembaga amil zakat. Besarnya zakat sendiri diatur berdasarkan hadis.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: “أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أوْ أنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ” أخرجه البخاري في “صحيحه”.
“Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri dari bulan Ramadhan atas manusia satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum bagi setiap umat muslim yang merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan.” (HR. Al-Bukhari)
Nah, jika telah jelas besaran zakat yang harus dikeluarkan dan siapa saja yang berhak menerimanya, bolehkan seorang muzzaki bayar zakat fitrah langsung kepada orang yang berhak menerikma zakat atau mustahik, tanpa melalui amil zakat?
Dalam praktik pelaksanaan zakat, toh ada orang-orang yang berpikir untuk langsung menyalurkan zakat pada mustahik. Beberapa diantara mereka memiliki alasan karena ingin langsung merasakan kebermaknaan memberi zakat dan ada juga yang tidak terlalu percaya pada lembaga zakat atau amil.
Lantas, bolehkah bayar zakat fitrah langsung kepada orang yang dirasa berhak menerimanya?
Persoalan tentang memberikan zakat langsung kepada penerima zakat atau mustahik ini masih jadi perdebatan. Ada dua pendapat terkait hal itu. Ada yang memperbolehkan, ada pula yang cenderung menyarankan untuk melalui amil zakat.
Menurut ulama syafiiyah, memberikan zakat langsung kepada mustahik itu jauh lebih baik. Namun berbeda dengan pendapat ulama lainnya, yang cenderung menilai bahwa memberikan zakat kepada amil zakat itu yang lebih baik.
Hal ini merujuk kepada kitab Al-Bayan fi Madzhab Al-Imam Al-Syafi’i berikut ini:
اختلف في ذلك أصحابنا،: فمنهم من قال تفرقته بنفسه أفضل، لأنه على يقين من تفرقة نفسه وعلى شك من تفرقة غيره. ومنهم من قال: دفعها إلى الإمام أفضل ..لأن دفعه إلى الإمام يجزئه بلا خلاف وتفرقته بنفسه مختلف فيه في إجزائه عنه، ولأن الإمام أعرف بحاجة المساكين.
“Ulama Syafiiyah berbeda pendapat mengenai keutamaan antara memberi langsung dan lewat amil. Sebagian mengatakan bahwa memberikan sendiri lebih utama karena dengan memberikan sendiri ia bisa yakin, dan ragu jika lewat lainnya. Sebagian lagi mengatakan bahwa memberikan zakat kepada imam (amil) lebih utama. Hal ini karena memberikan pada imam adalah cukup dan sah tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sementara memberikan sendiri masih diperselisihkan keabsahannya. Selain itu, imam (pertugas amil) lebih mengetahui kebutuhan orang-orang miskin.”
Dari keterangan di atas bisa disimpulkan, bahwa amil zakat lebih mengetahui siapa saja mustahik yang berhak menerima zakat. Selain itu, dengan menyalurkan zakat melalui amil zakat, penyebaran dan penyalurannya kepada mustahik akan ebih merata dan tepat sasaran. Sehingga zakat fitrah yang kita keluarkan bisa dinikmati oleh para mustahik, tanpa menimbulkan kecemburuan. Disini pun terdapat semangat adil.
BACA JUGA: Mana yang Lebih Afdhal, Zakat Langsung ke Mustahiq atau Melalui Amil Zakat?
Jika zakat itu diserahkan melalui amil (lembaga), menurut pendapat Prof. DR. H. Didin Hafidhuddin, MSc, sebagaimana dikutip dari laman Baitulmal Aceh, paling tidak ada lima keunggulan.
Pertama, lebih sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kedua, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
Ketiga, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
Keempat, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam pendayagunaan zakat, menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.
Kelima, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.
Ada memang yang berpendapat bahwa zakat boleh disalurkan sendiri, langsung kepada mustahik. Tetapi hal ini baru boleh dilakukan jika amil tidak ada atau ada amil, tetapi amil tersebut sudah terbukti tidak amanah. []