Oleh: Muhammad Badaruddin
SAYA teringat sebuah kisah yang apik, sudah lama saya membacanya. Sekitar tahun 2008, saat baru menyelesaikan sekolah sarjana saya. Maafkan, saya lupa buku apa judulnya, dan saya juga lupa siapa penulisnya. Semoga, penulisnya selalu mendapatkan kebaikan dari Allah, aamiin.
Cerita ini, sudah saya gubah dengan gaya saya sendiri, bahkan ceritanya menjadi sedikit lain.
Cerita ini dimulai ketika sekelompok bebek tengah mencari makanan di pepadian yang telah dipanen. Mereka mencari makanan, di air-air yang menggenang. Tidak lama kemudian, di angkasa seekor burung bangau terbang malayang-layang hingga akhirnya turun dekat dengan sekolompok bebek yang sedang mencari makan tersebut. Sang bangau tanpa peduli, ikut mencari makan di sekitar bebek-bebek itu.
Sesekali, sang bangau mengangkat sayapnya, membersihkannya dengan paruhnya yang panjang. Bagi bangau, mudah membersihkan helai-helai sayapnya, karena lehernya juga panjang, paruhnya pun demikian panjang. Matahari berkilau, menyilaukan sayap-sayap bangau sehingga terlihat kemilau indahnya.
BACA JUGA:Â Hellow, Ayam Bebek!
Tanpa disadari bangau, seekor bebek memperhatikannya sejak tadi. Satu bebek ini begitu terpesona, sedangkan bebek-bebek yang lain tak peduli dan tetap dengan kesibukannya mencari makanan.
Merasa canggung diperhatikan bebek, bangau serasa malu dan hendak terbang.
“Hai bangau!”
Bangau yang hendak mengangkat sayap-sayapnya segera berbalik kearah bebek yang memanggilnya. Dia mengurungkan niatnya ingin terbang. “Ada apa wahai bebek?” tanya bangau.
“Begitu beruntungnya dirimu, kau mempunyai sayap dan bisa terbang kemanapun kau mau, mencari makanan terasa mudah bagimu. Kau tercipta lebih baik dariku,” bebek terlihat sedih.
Bangau tersenyum mendengarkannya, “Kau juga punya sayap wahai bebek.”
Bebek bingung dengan apa yang dikatakan bangau, “Apa maksudmu aku punya sayap? kau tahu sendiri kan, aku tak punya sayap sepertimu yang bisa terbang dengan bebas di angkasa?”
Bangau mendekati bebek itu, “Angkatlah kedua tanganmu sepertiku,” bangau mengangkat sayapnya, mengajak bebek mengikuti gerakannya.
Sang bebek dengan ragu mengikutinya, dan…..
Kedua tangan bebek terangkat pelan, bulu-bulunya meregang dan terciptalah sayap sempurna persis seperti bangau. Terperanjatlah si bebek tersebut.
“Ya Tuhan, ternyata aku punya sayap! aku punya sayap! selama ini, kupikir ini adalah baju jimat pemberian ibuku agar melindungiku dari dingin semata!”
Bebek. Ya, bebek. Apa kabarnya?
Andai (jika dibolehkan) bebek tahu dari kecil, mungkin dia akan belajar terbang.
BACA JUGA:Â Aurat Lo Bukan Urusan Gue?
Sedangkan Kita? kita memiliki segalanya, kapasitas otak besar, jasmani sehat, pikiran cemerlang, hati yang kuat, indera yang tajam. Tapi, apakah memang kita tidak menyadari potensi kita? Samakah kita dengan nasib si bebek?
Kesadaran pada diri kita, siapa kita? Mengenal diri sendiri, kemudian fokus pada karya yang hendak kita telurkan. Fokuslah, maka segalanya akan menjadi mudah. Kita bisa melakukan apapun, jika kita mau berusaha, jika kita mau menyelesaikannya dengan sungguh-sungguh.
Potensi kita besar, manakala kita menyadari diri kita begitu berharga. []
Muhammad Badaruddin, penulis kelahiran 9 Agustus 1985 yang berasal dari Bandar Lampung dan kini tinggal di Belitang-Sumatera Selatan. Salah satu bukunya yang telah dirilis berjudul “Kemilau Gerbang Cahaya.”
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word