TAHUN demi tahun berlalu dan Hajar pun akhirnya meninggal pada usia 90 tahun. Nabi Ismail as. tumbuh menjadi seorang pemuda dan menikah dengan gadis dari kabilah Jurhum yang bernama al-Juda’ binti Sa’d.
Suatu hari Nabi Ibrahim as. merasa rindu dan ingin melihat putranya, Nabi Ismail. Ia meminta izin istrinya, Sarah untuk pergi menemui Nabi Ismail as. Sarah pun mengizinkan Nabi Ibrahim pergi menemui anaknya.
Setibanya di rumah Ismail, Nabi Ibrahim tidak bertemu anaknya itu karena ia sedang pergi berburu. Nabi Ibrahim mengetuk pintu, al-Juda’ pun keluar menemuinya.
Ibrahim bertanya, “Di mana suamimu?”
“Dia tidak ada di rumah. Sedang pergi berburu,” jawab istri Nabi Ismail as.
“Adakah sesuatu yang bisa kamu hidangkan untuk tamu?” tanya Nabi Ibrahim.
BACA JUGA: Pesawat dan Burung Tak Bisa Lintasi Ka’bah? Ini Faktanya
“Tidak ada dan tidak ada seorang pun di sini,” jawab istri Ismail.
“Jika suamimu kembali, sampaikan salamku padanya dan katakan agar ia mengganti daun pintu rumahnya,” pesan Nabi Ibrahim pada istri Nabi Ismail.
Tidak lama kemudian Nabi Ismail pulang. Dia mendengar dari orang-orang tentang apa yang istrinya lakukan pada ayahnya yakni tidak mau memberi hidangan. Maka ia menceraikan istrinya dan menikah lagi dengan gadis lain yang juga dari kabilah Jurhum bernama Samah binti Muhalhil.
Suatu hari, didorong rasa rindu, Nabi Ibrahim as. kembali ingin pergi ke Mekah untuk bertemu dengan putranya, Nabi Ismail as. Ia meminta izin lagi pada Sarah dan diizinkan dengan syarat ia tidak boleh turun dari kuda tunggangannya.
Setibanya di depan rumah Nabi Ismail, ia bertanya pada istrinya, “Di mana suamimu?”
“Dia sedang berburu dan sebentar lagi akan kembali insya Allah, maka turunlah semoga Allah merahmatimu.”
“Iya,” jawab istri Nabi Ismail as.
“Apakah engkau mempunyai roti, gandum atau kurma?”
Istri Nabi Ismail kemudian mengambil daging dan susu. Maka Nabi Ibrahim mendoakan keberkahan untuk kedua makanan tersebut. Seandainya wanita itu membawakan roti, gandum dan kurma, niscaya di bumi Allah ini akan tumbuh lebih banyak gandum dan kurma.
Terkait kabar gembira pada Nabi Ibrahim as. bahwa dia akan membangun Ka’bah, al-Mas’udi menyebutkan sebuah riwayat, “Wanita Jurhumiah (istri Ismail) itu mendesak Nabi Ibrahim untuk mampir, tetapi Nabi Ibrahim menolak. Kemudian wanita itu menghidangkan susu dan beberapa potong daging hasil buruan.
Nabi Ibrahim mendoakan kebaikan untuk kedua makanan tersebut. Kemudian wanita itu membawa sebuah batu dari dalam rumah, lalu Ibrahim memiringkan badannya dari tunggangannya dan menginjakkan kaki kanannya di batu tersebut. Lalu, wanita itu menguraikan rambut Ibrahim dan meminyakinya.
Setelah itu, Nabi Ibrahim berpindah ke sisi kiri tunggangan, kemudian Ibrahim melakukan hal yang sama, menginjakkan kaki kirinya di atas batu.
Demikian juga si wanita itu, ia kembali mengurai rambut Ibrahim dan meminyakinya. Maka terbentuklah bekas tapak Nabi Ibrahim di batu tersebut dari kaki kanan dan kaki kirinya. Melihat hal itu, istri Ismail terheran-heran. Inilah, batu yang kini menjadi magam (tempat berpijak) Ibrahim.
BACA JUGA: Kisah di Balik Kunci Ka’bah yang Mengharukan
Ketika itu, Nabi Ibrahim berkata, `Simpanlah batu itu karena kelak dia akan sangat berarti.’
Kemudian, Nabi Ibrahim berkata lagi, ‘Jika Ismail kembali, katakan padanya, Ibrahim menyampaikan salam padamu dan berpesan agar engkau memelihara daun pintu rumahmu karena itu adalah sebaik-baik daun pintu.’
Setelah itu, Nabi Ibrahim kembali lagi ke Palestina, ke rumah Sarah dan Ishaq.”
Mekah pun terus berkembang dan penduduknya terus meningkat. Para pembesar Jurhum dan ‘Amaliq juga telah mendengar berita tentang adanya air di sekitar Mekah. Hingga akhirnya mereka menetap di sana, dan al-Harits bin Madhadh bin Amru al-Jurhumi saat itu terpilih sebagai pemimpin masyarakat Mekah. []
Sumber: Sejarah Ka’bah: Kisah Rumah Suci yang Tak Lapuk Dimakan Zaman /Karya: Prof. Dr. Ali Husni al-Kharbuthli