ANDA pasti sudah sering mendengar kata taubat dan istighfar. Jika kita melihat sepintas, maka kita akan menyimpulkan bahwa taubat dan istighar adalah sama. Yaitu sama-sama memohon ampun pada Allah. Namun benarkah demikian?
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah– menjelaskan bahwa taubat berarti, “Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.
Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).
BACA JUGA: Taubatnya si Manusia Berkaki Telanjang
Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat.
Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal,” (QS. Ali Imran: 135-136).
BACA JUGA: Istighfar, Istighfar, Saya Ini Sudah Berishtifar sampai Bibir Dower
Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. (Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz). []
SUMBER: RUMAYSHO