SALAH satu kaidah fiqih yang berkaitan dengan rukhshah (keringanan dalam Syariah) adalah, “Ar-rukhash lu tunathu bil ma’ashi” (الرخص لا تناط بالمعاصي), yang berarti rukhshah dalam Syariah itu tidak berlaku bagi orang yang melakukan kemaksiatan dalam perkara yang harusnya mendatangkan rukhshah tersebut.
Sebagai contoh, orang yang istinja dengan menggunakan makanan atau sesuatu yang dimuliakan semisal kertas yang berisi ilmu syar’i, maka istinja tersebut tak mencukupi menurut pendapat yang paling shahih.
BACA JUGA: Lakukan Maksiat; Pilihan Atau Takdir?
Hal itu karena istinja dengan batu atau semisal batu (misal: kertas, dll) merupakan rukhshah, sedangkan menggunakan makanan atau sesuatu yang dimuliakan untuk istinja haram hukumnya dan terhitung maksiat, dan rukhshah tidak berlaku pada perkara maksiat.
Berdasarkan hal ini, seseorang yang safar untuk bermaksiat (المعصية بالسفر), tidak berhak mendapatkan rukhshah dalam safarnya. Adapun orang yang bermaksiat saat safar (المعصية في السفر), tetap mendapatkan rukhshah.
Bedanya adalah, safar untuk bermaksiat artinya tujuan safarnya adalah untuk maksiat, seperti seorang budak yang safar untuk lari dari tuan atau pemiliknya, atau seorang istri yang membangkang (nusyuz) pada suaminya, atau safar untuk memungut pungutan liar (muks), dan lainnya.
Sedangkan bermaksiat saat safar, artinya tujuan safarnya mubah, seperti untuk berdagang dan semisalnya, namun saat safar tersebut ia bermaksiat, seperti berzina atau minum minuman keras.
BACA JUGA: Penyebab Maksiat Terlihat Indah dan Menyenangkan
Orang yang bermaksiat dalam safar mubah, tetap mendapatkan rukhshah, karena kemaksiatannya tidak terkait langsung dengan perkara yang mendatangkan rukhshah, yaitu safar. Kemaksiatannya mengiringi safarnya, sedangkan safarnya sendiri untuk hal yang mubah, bukan untuk maksiat.
Orang yang safar dengan tujuan maksiat (المعصية بالسفر), tidak berhak mendapatkan rukhshah apapun terkait safar, seperti kebolehan meringkas shalat, menggabungkan dua shalat dalam satu waktu, tidak berpuasa Ramadhan, mengusap khuff tiga hari tiga malam, shalat sunnah di atas kendaraan, tidak ikut Shalat Jum’at, dan makan bangkai saat kelaparan.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Idhah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, karya Syaikh ‘Abdullah bin Sa’id Al-Lahji, Halaman 137-138, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.
Facebook: Muhammad Abduh Negara