“Barangsiapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada di antara dua jenggotnya (yaitu lisannya) dan yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluannya), maka aku memberikan jaminan surga kepadanya.”
(Muttafaq alaih)
ISLAM mengatur semua aspek dalam hidup seorang muslim, termasuk dalam hal berbicara atau berkata-kata. Dalam Alquran, Allah memberikan petunjuk tentang adab dalam berbicara. Demikian juga yang diajarkan Nabi Muhammad melalui hadis-hadisnya.
Apa saja adab berbicara yang diajarkan Islam sesuai Alquran dan hadis?
Inilah 15 adab tersebut:
1. Menjaga Lisan
Islam melarang perkataan batil, dusta, adu domba, ghibah (menggunjing) dan perkataan keji lainnya. Perkataan buruk itu akan membuat Allah murka.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan, lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataan itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya, lalu ia dilemparkan ke dalam Jahannam.” (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya)
Orang yang berkata-kata kasar atau buruk berarti dia tidak menjaga lisannya. Jika itu terjadi, maka ia bisa tergelincir ke dalam neraka Jahannam.
2. Mengucapkan Perkataan yang Baik atau Diam
Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak, maka diamlah.” (Muttafaqalaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Demikian juga Luqman berkata pada anaknya, “Jika berkata dalam kebaikan adalah perak, maka diam dari berkata yang mengandung dosa adalah emas.”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menasehati Muadz bin Jabal, “Maukah kuberitahukan kepadamu kunci semua perkara?”
‘Mau, wahai Rasulullah.’ jawab Muadz.
Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, ‘Jagalah ini.’
‘Wahai Rasulullah, apakah kami bisa disiksa karena perkataan kami?’ tanya Muadz.
Beliau pun menjawab, ‘Celaka engkau, adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi)
Perkataan yang baik selain sebagai penyelamat kita dari siksa neraka, ternyata juga termasuk amalan sedekah. Beliau bersabda, “Kata-kata yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lisan yang suka mencela atau mencemooh bisa mengantarkan pelakunya pada penyesalan yang sangat dalam.
3. Tidak Mengolok-olok Orang Lain
Allah hanya melihat ketakwaan seseorang, bukan bentuk fisiknya. Hal ini telah disebutkan dalam firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik…” (Qs.Al Hujurat 11)
Selain itu, mencela dan mengolok-olok juga merupakan perbuatan zolim terhadap orang lain karena akan menimbulkan sakit hati korbannya.
4. Menjauhi Ghibah dan Namimah (adu domba)
Ghibah adalah setiap ucapan yang disampaikan kepada orang lain tentang kekurangan dan kejelekannya sedangkan dia tidak hadir di hadapannya. Yang jelas, bila ucapan itu sampai kepada orang yang sedang dibicarakan, maka ia tidak menyukainya.
Seorang mukmin tidak boleh mencari-cari keburukan atau aib orang lain, kemudian menceritakan aib tersebut kepada orang lain. Hal ini dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan antar sesama yang dapat menyenangkan setan.
perbuatan ghibah itu sama dengan memakan daging saudaranya sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hujurat: 12)
Sedangkan namimah atau biasanya disebut dengan adu domba adalah seseorang menyampaikan ucapan orang lain, sebagian mereka terhadap sebagian yang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka, seperti memutuskan silaturahmi, saling membenci, bermusuhan dan bahkan sampai kepada peperangan. Maka perbuatan ini termasuk dosa besar.
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam pernah menyebutkan dua dosa penyebab adzab kubur dan beliau sendiri telah menyaksikan serta mendengar secara langsung siksaan itu. Dua dosa tersebut adalah tidak sempurna dalam membersihkan najis air kencing dan melakukan perbuatan ghibah atau namimah.
Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu, ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berjalan di antaraku dan orang lain tiba-tiba Beliau mendatangi dua buah kuburan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya dua penghuni kubur ini sedang diadzab, datangkan sebatang pelepah (korma) kepadaku”.
Berkata Abu Bakrah, “Lalu setelah nabi menyuruh kami, aku pun berlomba dengan kawanku (untuk mendapatkannya)”.
Maka aku bawakan kepada Beliau sebatang pelepah (korma), lalu Beliau membelahnya menjadi dua potong. Kemudian meletakkan sepotong pada kubur ini dan sepotong yang lain pada kubur itu.
Beliau bersabda, “Mudah-mudahan diringankan (adzab) dari keduanya selama kedua potong pelepah itu masih basah. Keduanya diadzab bukan karena sebab perkara besar yaitu ghibah dan air kencing”. [HR Ahmad: V/ 35-36, 39 dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].
Sesungguhnya, Islam datang untuk menyatukan umat, menyatukan hati, berbaik sangka kepada orang lain serta mengucapkan perkataan baik dan benar. Sedangkan ghibah dan namimah adalah senjata iblis untuk mencerai beraikan manusia dengan menimbulkan kebencian di antara mereka.
5. Tidak Berdusta
Yang dimaksud dusta di sini adalah menyampaikan kabar yang tidak benar.
Dari Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahualaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur.
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).” (Ahmad (I/384); al-Bukhâri no. 6094 dan dalam kitab al-Adabul Mufrad no. 386). []
SUMBER: KITAB SERI ADAB BERBICARA | ABU HUDZAIFAH AT-THALIBI |MEDIA SHALIH