Oleh: Rizal Abu Fawwaz
PAGI ini dalam perjalanan, saya melewati tukang makam dan nisan. Para pengrajin makam yang biasanya berasal dari Pulau Madura ini tampak sedang giat mengadoni semen dan pasir untuk dibentuk makam beton bermotif marmer yang biasa menempati tanah pekuburan di berbagai tempat.
Tak biasanya, pikiran langsung menerawang, entahlah apa karena kurang sarapan atau karena bangun kesiangan, yang jelas sepanjang perjalanan saya mulai mengingat, beberapa tetangga yang telah dipanggil Ilahi, bagaimanakah kondisi mereka kini di alam kubur, ditemani nisan dan tanah yang merah.
Saya mulai menghitung umur, berapa kemungkinan sisa umur dengan rumus usia Nabi Muhammad SAW dikurangi umurku sekarang. Masih ada setengahnya lagi, pikirku. Lumayan, masih ada sisa banyak umur. Kemudian merasa tenang, perasaan tenang yang tidak bertahan lama bagai gula yang dikerubungi semut, perlahan-lahan sirna diganti oleh kegelisahan.
Rasa gelisah muncul ketika memikirkan usia efektif (U) bukan usia yang tersisa(Y), bukan usia bruto yang 63 tahun (X). Usia efektif (U) adalah usia bruto dikurangi (a)tidur dan (b) (sakit+ renta +pikun). Dari kebiasaan orang Indonesia, usia renta adalah usia 57 tahun keatas, pikun mulai 60 tahun keatas, sakit tua biasanya mulai terasa pada usia 50 tahun atau kurang. Bila a dan b rata-rata 30% maka usia efektif yang tersisa adalah :
U = X-Y-(a+b)
A =30% x Y dan b =30% x Y
Contoh soal :
Usia sekarang 32 tahun, maka
X = 63
Y = 32
A=30/100 x (63-32) = 30/100 x 31 = 9,3
B=30/100 x (63-32) = 30/100 x 31 = 9,3
U = 63-32-(9,3+9,3)
U = 31-18,6
U = 12,4
Maka usia efektifnya ternyata hanya 12,4 tahun lagi atau 12 tahun 4,8 bulan atau 148.8 bulan atau 4.464 hari atau 107.163 jam .
Di situ saya merasa sedih.
Apakah di sisa 12,4 tahun lagi saya sudah mengumpulkan cukup bekal untuk di alam kubur, apakah umur saya sampai ke 63 tahun seperti Nabi Muhammad SAW atau malah kurang dari itu, yang berarti usia efektif saya kurang dari 12,4 tahun, dan ketika menulis ini sudah menghabiskan jatah 1 jam usia saya?
Saya merasa harus berpikir keras.
Berpikir keras untuk mulai menabung jaga di alam kubur dan akhirat kelak. Karena saya tidak yakin apakah di alam kubur ada fotokopi printing, ada herbal, ada PNS, ada warung, ada telkom, ada NSS, ada guru T, ada tailorwati, ada batu bacan, ada batu solar, ada batu bulu maung, ada anis, ada kenari, ada pelajar, ada mahasiswa, ada pabrik, ada RT, ada RW, ada Cilegon, Bogor, Bandung, Tasik, Purwakarta, Garut dan sekitarnya.
4 hal yang akan menghantar kita, 3 pergi dan 1 tinggal, harta, rumah 27, 36, 42, ruko, toko, kendaraan Agya, Ayla, Katana, Kijang, Carry, Avanza, televisi, tab, android, BB, iPhone dan dunia yang selama ini susah payah kita usahakan dan kumpulkan sampai bela-belaan kredit akan pergi meninggalkan kita. Kerabat, teteh, aa, mamang, uwa, bibi, nini, eneh, aki, dan tetangga yang selama ini sering berkumpul dan beraktivitas menemani akan meninggalkan kita, istri yang kita cintai dan kita kejar kejar dulu untuk mendapatkannya 1, 2,3, atau 4 semuanya juga akan meninggalkan kita. Dan tinggallah amal perbuatan yang menemani kita kelak.
Tinggallah amal untuk dihitung, apakah amal kita sudah cukup untuk bekal, apakah aktifitas kita selama ini untuk tabungan akhirat alam kubur, atau malah masih sibuk dengan dunia yang kita kejar-kejar dan usahakan. Apakah kelak apakah kita termasuk yang beruntung atau malah masuk golongan orang-orang yang merugi. []