AMBON — Kehidupan keluarga Rasilu, seorang tukang becak yang divonis 1,8 tahun oleh Pengadilan Negeri Ambon, semakin terhimpit.
Rasilu mendekam di penjara karena dituduh melakukan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang. Hal itu terjadi ketika Rasilu dan becaknya mengalami insiden tabrak lari.
BACA JUGA: Hanya Bermodal Mengayuh Sepeda, Tukang Becak Ini Bisa Naik Haji
Rasilu yang sedang membawa penumpang dengan becaknya, diserempet sebuah mobil. Akibat penumpang becak Rasilu meninggal dunia setelah menjalani perawatan medis usai kejadian itu.
Rasilu dilaporkan oleh keluarga Maryam, penumpang yang meninggal tersebut. Bapak lima orang anak itu divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon selama 1 tahun 6 bulan pada sidang putusan yang digelar 20 Februari 2019.
Kendati keluarga korban telah mencabut laporannya, proses hukum Rasilu tetap berjalan dan tidak dihentikan.
“Saya pikir, itu kecelakaan tidak terduga. Mereka kecelakaan, ditabrak, mereka menjadi korban, mobil melarikan diri. Saya kasihan suami saya menjadi korban, padahal mobil melarikan diri,” ujar Wa Oni, istri Rasilu.
Rasilu merupakan warga Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, yang merantau ke Ambon dan menjadi tukang becak.
Dia menjadi tulang punggung mencari nafkah buat anak-anak istrinya yang berada di kampung.
Untuk makan istri dan anaknya setiap hari semakin susah. Tiga anak Rasilu juga terancam putus sekolah karena tidak ada biaya.
“Mudah-mudahan bapak bisa segera keluar. Semenjak dia masuk penjara, kami tidak ada makanan. Untung ada tetangga dan keluarga yang bawakan makanan beras dan jagung, untuk kami makan selama enam bulan ini,” kata Wa Oni, Senin (4/3/2019).
Kini, Wa Oni dan kelima anaknya yang berada di Dusun Litongku, Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, hanya pasrah pada keadaan.
Untuk bertahan hidup, Wa Oni berjuang sendirian mencari uang agar bisa membiayai kebutuhan sehari-hari termasuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya.
Wa Oni pun menjadi buruh belah jambu mede, dan digaji Rp 2.000 per kilogram. Dalam sebulan, ia bisa menyelesaikan 100 kilogram jambu mede dan diupah Rp 200.000.
“Jadi, selama bapaknya masuk penjara ini, saya belah jambu untuk kebutuhan anak-anak saya. Habis itu, saya ingat anak-anak, kalau selesai musim jambu, saya mau kerja apa. Selama bapaknya dipenjara, saya punya anak menangis terus,” tutur dia.
Walaupun kesulitan ekonomi, Wa Oni tetap tegar dan memberi semangat kepada anak-anaknya agar tidak putus sekolah.
BACA JUGA: Mengayuh Becak Tak Hambat Semangat Pak Jaja untuk Tetap Berpuasa
Ia hanya berharap agar suaminya bisa segara dibebaskan dari penjara, agar kesulitan biaya sekolah anaknya bisa teratasi dan tidak ada yang putus sekolah.
“Saya bilang sabar saja kalian tetap belajar, meskipun bapak dipenjara, saya bilang jangan berhenti sekolah. Mudah-mudahan kakak-kakak bapakmu bisa bantu kalian. Mudah-mudahan bapakmu bisa segera keluar, yang penting kamu lanjutkan sekolah, nanti mama yang usaha,” ucap Wa Oni. []
SUMBER: KOMPAS