BENCANA alam bisa terjadi kapan pun dan di manapun. Ketika bencana datang, semuanya akan menjadi korban, tak peduli orang shaleh, bayi, maupun orang yang gemar maksiat. Menurut pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jilani, bencana tidak datang sebagai azab bagi orang mukmin. Namun sebaliknya sebagai bentuk cobaan.
Beliau berkata: “Ketahuilah bahwa cobaan tidak datang kepada seorang mmin untuk merusaknya, namun datang untuk menguji keimanananya.” (Sayyid Ja’far al-Barzanji, al-Lujaini ad-Dani fi Manaqibis Syaikh Abdil Qadir al-Jilani, t.t, Kediri, Maktabah Pondok Pesantren Tahfidh wal Qiraat Lirboyo, h. 136)
BACA JUGA: Bencana Alam Itu Ujian atau Azab?
Menurut pemilik julukan sulthânul auliyâ’ (pemimpin para wali) itu, mukmin diberi musibah oleh Allah, agar diuji sebatas mana tingkat keimanannya. Apakah ia semakin jauh dari Allah, apakah semakin dekat.
Banyak kita jumpai, orang yang terkena bencana, ia frustasi, pesimis, bahkan cenderung menyalahkan Allah.
Bagi kaum beriman, bencana yang melanda negara kita, hendaknya menjadi bahan introspeksi diri akan kesalahan-kesalahan kita. Mungkin, kita masih banyak melakukan kemaksiatan. Mungkin kita masih sering menyakiti orang lain, masih sering melalaikan kewajiban-kewajiban.
Sebagaimana disabdakan oleh Sayyidina Umar bin Khattab: “Introspeksilah diri kalian sebelum amal kalian diteliti, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang.”
Fenomena bencana alam bukan justru menjadi ajang untuk mengintrospeksi amal orang lain atau mencari-cari kesalahannya. Apalagi mengambing-hitamkan terjadinya bencana atas perbuatan atau kebijakan pihak tertentu. Sungguh hal tersebut bukan merupakan sikap yang ideal bagi seorang mukmin.
Agama melarang seorang mukmin untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Ditegaskan dalam firman-Nya: “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (QS al-Hujurat: 12)
BACA JUGA: Ingatlah, Bencana Muncul Bukan Hanya Karena Faktor Alam
Terkait larangan dalam ayat tersebut, al-Imam al-Baghawi menjelaskan: “Tajassus adalah meneliti aib-aib manusia. Allah melarang meneliti urusan yang samar dari orang lain, dan melarang meneliti aib-aib mereka. Sehingga ia tidak memperlihatkan aib orang lain yang telah ditutupi oleh Allah SWT. ” (Al-Imam al-Baghawi, Tafsir al Baghawi, juz 4, h. 262)
Maka, sebagai orang yang beriman, hendaknya kita memahami bahwa bencana tersebut sesungguhnya merupakan cobaan bagi kita semua.
Bencana mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi mukmin yang lebih berkualitas lagi, lebih dewasa menghadapi perbedaan-perbedaan, bukan justru sebaliknya. []
SUMBER: NU.OR.ID