NABI Yusuf hidup tenang dan tenteram di rumah Futhifar, Pembesar Mesir. Sejak ia menginjakkan kakinya di rumah itu, ia mendapat kepercayaan penuh dari kedua majikannya, suami-istri, untuk mengurus rumah tangga mereka dan melaksanakan perintah serta segala keperluan mereka dengan sepenuh hati, ikhlas juga jujur.
Dan tidak menuntut upah serta balasan atas segala tenaga dan jerih payah yang dicurahkan untuk kepentingan keluarga tersebut. Ia menganggap dirinya di rumah itu bukan lagi sebagai hamba bayaran, tetapi sebagai salah satu anggota keluarga mereka. Demikian pula anggapan majikannya, suami-isteri terhadap dirinya.
Ketenangan hidup dan kepuasan hati yang didapat oleh Yusuf selama ia tinggal di rumah Futhifar, telah mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan tubuhnya. Ia yang telah dikaruniai oleh Allah kesempurnaan jasmani dengan kehidupan yang senang dan tenang di rumah Futhifar, semakin terlihat tambah segar di wajahnya, menambah elok parasnya dan tambah tegak tubuhnya.
Sehingga ia merupakan seorang pemuda remaja yang gagah perkasa yang menggiurkan hati setiap wanita yang melihatnya, tidak terkecuali isteri Futhifar, majikannya sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin bahwa ia akan menjadi rebutan lelaki, andai kata ia hidup di kota Sadum di tengah-tangah kaum Nabi Luth ketika itu.
BACA JUGA: Kisah Nabi Yusuf Ketika Mendapatkan Tugas Kenabian
Kebersamaan sehari-hari di rumah antara Yusuf pemuda remaja yang gagah perkasa dan nyonya Futhifar, seorang wanita muda cantik dan ayu, tidak akan terhindar dari risiko terjadinya perbuatan maksiat, bila tidak ada kekuatan iman dan takwa yang menyekat hawa nafsu. Demikianlah akan apa yang terjadi terhadap Yusuf dan isteri pembesar Mesir tersebut.
Pada hari-hari pertama Yusuf berada di tengah-tengah keluarga, nyonya Futhifar tidak menganggapnya dan memperlakukannya tidak lebih dari sekedar pembantu rumah yang cakap, tanggap, giat dan jujur, berakhlak serta berbudi pekerti yang baik.
Ia hanya mengagumi sifat-sifat luhurnya itu serta kecakapan dan ketanggapan kerjanya dalam menyelesaikan urusan dan tugas yang dipasrahkan kepadanya. Akan tetapi memang rasa cinta itu selalu didahului oleh rasa simpati.
Simpati dan kekaguman nyonya Futhifar terhadap cara kerja Yusuf, lama-kelamaan berubah menjadi simpati dan kekaguman terhadap bentuk benda dan paras wajahnya. Gerak-gerik dan tingkah laku Yusuf diperhatikan dari jauh dan diliriknya dengan penuh hati-hati. Bunga api cinta yang masih kecil di dalam hati nyonya Futhifar terhadap Yusuf semakin hari makin membesar dan membara tiap kali ia melihat Yusuf berada didekatnya atau mendengar suara dan suara langkah kakinya.
Walaupun ia berusaha memandamkan api yang membara di dadanya itu dan hendak menyekat nafsu birahi yang sedang bergelora dalam hati, untuk menjaga martabatnya sebagai majikan dan mepertahankan sebagai isteri pembesar Mesir, namun ia tidak berupaya menguasai perasaan hati serta hawa nasfunya dengan kekuatan akalnya.
Bila ia duduk sendiri, maka terbayanglah di depan matanya paras Yusuf yang elok dan tubuhnya yang bagus, hingga tetap melekat bayangan itu di depan mata dan hatinya. Sekalipun ia berusaha untuk menghilangkannya dengan mengalihkan perhatian kepada urusan dan kesibukan rumahtangga. Dan akhirnya menyerahlah nyonya Futhifar kepada kehendak dan panggilan hati dan nafsunya yang mendapat dukungan syaitan dan iblis, hingga semua pertimbangan dikesampingkan, kedudukan dan martabat serta kehormatan diri sesuai dengan tuntutan dengan akal yang sehat.
Nyonya Futhifar menggunakan taktik, mamancing-mancing Yusuf agar ia lebih dahulu mendekatinya dan bukannya dia dulu yang mendekati Yusuf demi menjaga kehormatan dirinya sebagai isteri pembesar Mesir. Ia selalu berdandan dan berhias rapi, bila Yusuf berada di rumah, merangsangnya dengan wangi-wangian dan dengan memperagakan gerak-gerik dan tingkah laku sambil menampakkan, seakan-akan dengan tidak sengaja bagian tubuhnya yang biasanya menggiurkan hati orang lelaki.
Yusuf yang tidak sadar bahwa Zulaikha, istri Futhifar, mencintai dan mengandungi nafsu syahwat kepadanya, menganggap perlakuan manis dan pendekatan Zulaikha kepadanya adalah hal biasa. Ia berlaku sopan santun dan bersikap hormat seperti biasa serta tidak sedikit pun terlihat sesuatu gerak atau tindakan yang menandakan bahwa ia terpikat oleh gaya dan aksi Zulaikha yang ingin menarik perhatiannya dan menggiurkan hatinya.
Yusuf sebagai calon Nabi telah dibekali oleh Allah dengan iman yang mantap, akhlak yang luhur dan budi pekerti yang tinggi. Ia tidak akan terjerumus melakukan suatu maksiat yang sekaligus merupakan perbuatan atau suatu tindakan khianat terhadap orang yang telah mempercayainya memperlakukannya sebagai anak dan memberinya tempat di tengah-tengah keluarganya.
Sikap dingin dan acuh tak acuh dari Yusuf terhadap rayuan dan tingkah laku Zulaikha yang bertujuan membangkitkan nafsu syahwatnya menjadikan hati Zulaikha tambah panas dan bertekad akan berusaha terus sampai maksudnya tercapai. Jika aksi samar-samar yang ia lakukan tetap tidak dimengerti oleh Yusuf yang dianggapnya berdarah dingin itu, maka akan dilakukannya secara berterus terang dan kalau perlu dengan cara paksaan sekalipun.
Zulaikha , tidak tahan lebih lama menunggu reaksi dari Yusuf yang tetap bersikap dingin, acuh tak acuh terhadap rayuan dan ajakan yang samar-samar daripadanya. Maka kesempatan ketika si suami tidak ada di rumah, masuklah Zulaikha ke kamar tidurnya seraya berseru kepada Yusuf agar mengikutinya. Yusuf segera mengikuti dan masuk ke kamar di belakang Zulaikha, sebagaimana ia sering melakukannya bila di mintai pertolongannya melakukan sesuatu di dalam kamar. Sekali-kali tidak terlintas dalam pikirannya bahwa perintah Zulaikha kali itu kepadanya untuk masuk ke kamarnya bukanlah perintah biasa untuk melekukan sesuatu yang biasa diperintahkan kepadanya. Ia baru sadar ketika ia berada di dalam kamar, pintu dikunci oleh Zulaikha, tabir disisihkan seraya berbaring berkatalah ia kepada Yusuf, “Ayuh, hai Yusuf! Inilah aku sudah siap bagimu, aku tidak tahan menyimpan lebih lama lagi rasa rinduku kepada sentuhan tubuhmu. Inilah tubuhku kuserahkan kepadamu, berbuatlah sekehendak hatimu dan sepuas nafsumu.”
Seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, berkatalah Yusuf, “Semoga Allah melindungiku dari godaan syaitan. Tidak mungkin wahai tuan puteri aku akan melakukan maksiat dan memenuhi kehendakmu. Jika aku melakukan apa yang tuan puteri kehendaki, maka aku telah mengkhianati tuanku, suami tuan puteri, yang telah melimpahkan kebaikannya dan kasih sayangnya kepadaku. Kepercayaan yang telah dilimpahkannya kepadaku, adalah suatu amanat yang tidak patut aku ingkari. Sesekali tidak akan aku balas budi baik tuanku dengan pengkhianatan dan penodaan nama baiknya. Selain itu Allah pun akan murka kepadaku dan akan mengutukku bila bila aku lakukan apa yang tuan puteri minta dari aku. Allah Maha Mengetahui segala apa yang diperbuat oleh hambanya.”
Segera mata Zulaikha melotot dan wajahnya menjadi merah, tanda marah yang meluap-luap, akibat penolakan Yusuf tehadap ajaknya. Ia merasakan dirinya dihina dan diremehkan oleh Yusuf dengan penolakannya, yang dianggapnya suatu perbuatan kurang ajar dari seorang pelayan terhadap majikannya yang sudah merendahkan diri, mengajaknya tidur bersama, tetapi ditolak mentah-mentah. Padahal tidak sedikit pembesar pemerintah dan orang-orang berkedudukan telah lama merayunya dan ingin sekali menyentuh tubuhnya yang elok itu, tetapi tidak dihiraukan oleh Zulaikha.
Yusuf melihat mata Zulaikha yang melotot dan wajahnya yang menjadi merah, menjadi takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dan segera lari menuju pintu yang tertutup, namun Zulaikha cepat-cepat bangun dari ranjangnya mengejar Yusuf yang sedang berusaha membuka pintu, ditariklah kuat oleh Zulaikha bagian belakang kemejanya hingga robek. Tepat ketika mereka berada di belakang pintu sambil tarik menarik, datanglah Futhifar yang melihat mereka dalam keadaan mencurigakan itu.
BACA JUGA: Nabi Yusuf Menakwilkan Mimpi Raja
Dengan tidak memberi kesempatan Yusuf membuka mulut, berkatalah Zulaikha kepada suaminya yang masih berdiri tercengang memandang kepada kedua orang kepercayaan itu, “Inilah dia Yusuf , hamba yang engkau puja dan puji itu telah berani secara kurang ajar masuk ke kamarku dan memaksaku memenuhi nafsu syahwatnya. Berilah ia ganjaran yang setimpal dengan perbuatan biadabnya. Orang yang tidak mengenal budi baik kami ini harus dipenjarakan dan diberikan siksaan yang pedih.”
Yusuf mendengar laporan dan tuduhan palsu Zulaikha kepada suaminya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa selain memberi keterangan apa yang terjadi sebenarnya. Berkatalah ia kepada majikannya, Futhifar, “Sesungguhnya dialah yang menggodaku, memanggilkan aku ke kamarnya, lalu memaksaku memenuhi nafsu syahwatnya. Aku menolak tawarannya itu dan lari menyingkir, namun ia mengejarku dan menarik kemejaku dari belakang hingga robek.”
Futhifar dalam keadaan bingung. Sipakah diantara kedua orang itu yang benar? Yusufkah yang memang selama hidup bersama dirumahnya belum pernah berkata dusta, atau Zulaikhakah yang dalam pikirannya tidak mungkin akan mengkhianatinya? Dalam keadaan demikian itu tibalah seseorang dari keluarga Zulaikha, yaitu saudaranya sendiri yang dikenal bijaksana, pandai dan selalu memberi pertimbangan yang tepat bila dimintai pikiran dan nasihatnya. Atas permintaan Futhifar untuk memberinya pertimbangan dalam masalah yang membingungkan itu, berkatalah saudaranya, “Lihatlah, bila kemeja Yusuf robek bagian belakang, maka ialah yang benar dan istrimu yang dusta. Sebaliknya bila kemejanya robek di bagian depan maka dialah yang berdusta dan istrimu yang berkata benar.”
Berkatalah Futhifar kepada istrinya setelah persoalannya menjadi jelas dan tabir rahasianya terungkap, “Beristighfarlah engkau hai Zulaikha dan mohonlah ampun atas dosamu. Engkau telah berbuat salah dan dusta pula untuk menutupi kesalahanmu. Memang yang demikian itu adalah sifat-sifat dan tipu daya kaum wanita yang sudah kami kenal.” Kemudian berpalinglah dia mengadap Yusuf dan berkata kepadanya, “Tutuplah rapat-rapat mulutmu wahai Yusuf, dan ikatlah lidahmu, agar masalah ini akan tetap menjadi rahasia yang tersimpan dari sekeliling dinding rumah ini dan jangan sesekali sampai keluar serta menjadi rahasia umum, juga buah mulut masyarakat. Anggap saja persoalan ini sudah selesai sampai di sini.” []
BERSAMBUNG