TIANANMEN Square Tragedy, sebuah peristiwa berdarah di Tiongkok yang terjadi pada 15 April hingga 4 Juni 1989. Ambisi, pertumpahan darah dan kematian. Nestapa sejarah yang sulit dilupakan sebagaian kalangan.
Tapi pada kesempatan ini saya tak hendak mengulas tragedi berdarah tersebut, melainkan tergelitik pada sisi perasaan dua insan yang dilanda asmara.
BACA JUGA: Inilah Cinta seperti Para Sahabat
Dalam foto, tampak dua sejoli yang memadu kasih di bawah jembatan Jianguomenwai, Beijing. Begitulah cinta, bahwa dalam kecamuk perang pun rasa itu selalu ada, hadir, tumbuh, mekar dan berbunga.
Benih-benih asmara yang mulai tumbuh, tak bisa dihalangi oleh desingan peluru dan bayang-bayang kematian. Sejenak mereka mengabaikan tragedi berdarah dalam catatan kelam negeri tirai bambo itu. Mereka menyadari hal itu, tapi kuncup bunga cinta mekar menghiasi suasana.
Begitulah cinta, begitulah rasa yang melanda anak manusia.
Kesimpulan tulisan ini apa? Saya tak hendak menyimpulkan apa-apa, hanya mengingatkan diri sendiri bahwa perasaan cinta bisa tumbuh kapan saja, di mana saja, menyapa siapa saja dan dalam kondisi bagaimana saja.
Ketertarikan pada lawan jenis itu fitrah, tidak dosa karena cinta bisa menyapa siapa saja. Pahala dan dosa tergantung bagaimana menyikapinya.
BACA JUGA: Hitam Putih Cinta
Bila cinta disikapi sesuai dengan syariat Allah dan Rasul-Nya, insyaallah membawa kebaikan, keberkahan, dan kebahagiaan. Bila disikapi seenaknya, mengikuti keinginan dan nafsu syaithani, inilah yang bakal menimbulkan dosa, bencana dan derita.
Cinta boleh saja, tapi sikapi sesuai syariat-Nya. Kematian bisa datang kapan saja, saat cinta mulai mekar atau berbunga, yang lebih penting adalah menghalalkannya melalui pernikahan. Inilah cara, agar jatuh cinta tak jadi bencana. []