Oleh: Fitri Amalia,
fialiamarfi@gmail.com
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
SIAM secara bahasa adalah Al-Imsak = menahan menahan dari tidak berbicara, menahan dari makan dan minum atau menahan lainnya. Tapi puasa yang dimaksud di sini adalah menahan tidak makan dan minum menahan dari segala yang dilarang dalam puasa.
Secara syar’i menahan tidak makan dan minum dari terbitnya Fajar sampai terbenam matahari. Maka jika tidak makan dan minum selama 24 jam, itu tidak disebut puasa secara syar’i. Dengan demikian saat Maghrib harus berbuka, kecuali tidak ada yang dimakan. Kalaupun tidak ada yang dimakan, tetapi harus tetap diniatkan untuk berbuka pada saat itu.
Puasa bukanlah kewajiban yang baru, tetapi telah ada sejak jaman nabi-nabi terdahulu. Takwa adalah tujuan yang ingin dicapai. Tapi sebenarnay takwa adalah tujuan semua ibadah. Karena takwa adalah tujuan bukan keniscayaan, maka ada orang yang ibadah tapi tak kunjung takwa. Karena tujuan, maka bisa sukses bisa juga tidak. Kenapa? Karena biasanya ada faktor-faktor tertentu yang dilanggar.
Sebagai contohnya ada seseorang yang rajin olah raga dengan tujuan ingin sehat tapi tak sehat-sehat . Tujuan sehat bisa tercapai bisa juga tidak.
Begitu juga dengan puasa. Puasa yang tidak menjaga adab-adabnya, maka tujuan bertakwa akan sulit dicapai. Jika puasa kita masih seperti anak-anak siang tidur terus, malam makan berkali-kali. Maka jangankan takwa, berat badan saja tidak turun. Puasa, belanja malah banyak, berarti yang dia makan malah tambah banyak, uang yang keluar juga makin membengkak. Lalu di mana esensi puasanya?
Sejatinya puasa supaya kita bertakwa.
Bulan Ramadhan adalah bulan bulan diturunkannya Al Qur’an. Al Quran adalah petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah: 185)
Al-Quran diturunkan agar kita tidak seperti binatang, agar tau sopan-santun halal harom. Meski sejatinya binatang tidak menimbulkan kerusakan alam, yang sejatinya merusak adalah manusia.
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, tanpa Al-Quran manusia gelap tidak ada bedanya dengan binatang. Kita jadi tidak tahu asal manusia dari mana? Kalau manusia dari kera maka kera dari mana, dan seterusnya. Sedang di Al-Quran jelas Adam adalah asalnya manusia, manusia dari manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai pemimpin di muka bumi dan pemakmur kehidupan dalam rangka beribadah kepada Allah bukan hanya untuk makan dan minum juga kehidupan biologisnya.
Ilmu apapun tanpa Al-Quran akan membat manusia buta. Cuma Quran yang menjelaskan ke mana manusia setelah mati. Manusia yang mati akan pulang ke kampung akhirat, kasihan yang tidak tahu ke mana kita setelah mati.
Setelah mati kita akan ditanya
Man Robbuka ? : Siapa Tuhanmu?
Wa Maddinu? : Apa agamamu?
Al-Quran dan hadits juga membicarakan secara rinci, bagaimana kita duduk, berdiri, punya anak, menikah dll. Bahkan dengan contoh-contohnya. Yang tidak bersyukur ada contohnya, yang bersabar ada contohnya. Banyak kisah dalam Al-Qur’an.
“Maka barangsiapa yang berjumpa dengan Ramadhan maka berpuasalah !
Mengapa harus berpuasa?
Al-Quran itu terang benderang semua bisa melihat, kecuali yang buta mata hatinya, maka mari menjaga hati kita. Di antara yang bisa membuat mata hati cerdas terang-benderang adalah puasa.
Contoh melihatnya mata hati: Saat puasa, meskipun dalam gelap dan tak ada yang melihat kitab tetap tidak mau minum.
Saat mata hati terang, maka Al-Qur’an itu terbuka mudah dipahami, petunjuk mudah datang. Ketika hati kita tutup, maka kita tidak dapat petunjuk dari Al-Qur’an.
Bulan Ramadhan adalah bulan membaca Al-Qur’an. Tapi ada tujuan yang kurang pas apabila niat membaca Al-Quran hanya untuk mendapat pahala. Meski yang membaca terbata juga mendapat pahala.
Tapi hendaklalah tidak melupakan tujuan lainnya, yaitu berusaha membaca Al-Quran untuk mengerti sehingga mendapat petunjuk. Jika sudah mendapat petunjuk maka sudah barang tentu berpahala. Bukan sebaliknya ngga ngerti ngga papa asal dapat pahala.
Kenapa harus mendapat petunjuk?
Karena di dunia ini siapa yang akan selamat?
Yang selamat adalah yang mendapat petunjuk.
Jadi berpuasa adalah supaya sibuk belajar bukan sibuk makan. Sederhanakanlah urusan makan dan masak-memasak.
Puasa ada keringanan bagi yang safar, yang sakit yang haid dan nifas, yang tua.
Mari menjalani puasa dengan sempurna selama 29/30 hari, jangan 28 hari ataun 31 hari. Semoga dengan sempurnanya puasa kita, diri ini bisa lebih bersyukur dan bertakwa. Bersyukur itu bahagia. Orang hidup di dunia itu terletak pada rasa syukurnya. Jika bersyukur maka ia akan bahagia.
Puasa sunah syawal dilakukan setelah mengkodo puasa Ramadhan. Karena letak puasa syawal memang setelah puasa Ramadhan dengan penuh. Di samping itu hutang puasa adalah wajib sedang puasa Syawal adalah sunah. Mendahulukan yang wajib dari yang sunah. Apalagi kita tidak tahu panjangnya usia kita, serta masih banyak puasa sunah lainnya sepanjang tahun.
Marhaban Ya Ramadhan.
RAMADHAN KARIM !
Ramadhan yang mulia!
ALLAHU AKRAM !
Allah yang mulia! []
*Tulisan ini saya catat dari ceramah Bpk Syamlan di Masjid Al Muttahid
Bengkulu 26 May 16
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word