IBADAH sebuah ikhtiar, karena ia adalah kerjaan yang membutuhkan kesediaan waktu, energi, biaya, dan lain sebagainya.
Inilah yang disebut bekerja dengan Allah dan untuk Allah. Karena judulnya bekerja dan berusaha untuk Allah, ya ada bayarannya. Siapa yang bayar? Ya Allah! Dan karena bayarannya dari Allah, ya besarnya berbeda dengan bayaran hasil keringatnya sendiri. Subhanallah.
Kalau di bait-bait di atas contohnya adalah sedekah, sekarang kita coba ambil contoh lain lagi; yaitu shalat Malam.
Untuk bisa shalat Malam kita harus lembur mengorbankan waktu kita meski hanya sekadar dua rakaat. Ya,dua rakaat itu sebagai “lembur.” Sebab, kan kita menganggap shalat Malam sebagai pekerjaan sambilan. Lagi bangun ya mengerjakan, tidak bangun, tidak mengerjakan.
Malah tidak sedikit yang menganggap “pekerjaan” tahajjud sebagai pekerjaan yang nambah beban keletihan setelah sepanjang hari bekerja. Padahal, “sekadar” dua rakaat saja shalat Tahanjjud, ternyata bayarannya jauh lebih besar daripada karyawan bekerja seharian penuh.
Mengapa bisa beda? Sebab si karyawan bekerja di siang harinya dia bekerja untuk manusia. Sedang di waktu malam, dia shalat Malam, Allah menghitungnya sebagai ibadah.
Ibadah’kan artinya menghamba sama Allah. Menjadi ‘abid-Nya, menjadi pelayan-Nya. Dan ini juga pekerjaan. Makanya, karena kerjanya asma Allah, maka bayarannya Subhanallah pasti lebih besar daripada kerja sama manusia.
Lihat saja bayaran Allah untuk “pekerjaan” yang satu ini, pekerjaan tahajjud; siapa yang shalat dua rakaat di tengah malam, khairun minaddunya wa maa fiihaa, maka baginya lebih baik pahalanya (kebaikannya) di sisi Allah daripada dunia dengan segala isinya. []
Sumber: The Miracle of Giving/Karya: Ust. Yusuf Mansur/Penerbit: PT. Bestari Buana Murni