DALAM suatu seminar di London, 13 Oktober 2004, para pakar Neurosains yang terbentuk dalam sebuah tim dari University College, London mengumumkan hasil penelitian tentang efek bilingualisme terhadap perkembangan otak.
“Mempelajari bahasa kedua selain bahasa ibu mengubah struktur anatomi otak,” papar Andrea Mechelli, salah satu anggota tim peneliti tersebut.
BACA JUGA: Pembahasan Alam Semesta dalam Alquran
Hal yang menarik adalah perbedaan tersebut makin kentara jika orang itu belajar bahasa asing sejak usia kanak-kanak.
“Derajat korelasi antara penguasa bahasa asing dengan jumlah sel-sel kelabu otak juga berhubungan dengan kefasihan seseorang,” kata Mechelli lagi.
Sel-sel kelabu yang terdapat pada permukaan otak adalah sel-sel yang memiliki kemampuan fungsi luhur, seperti berpikir, mengingat, berbicara dan sebagainya. Sedangkan jaringan yang terdapat di bagian dalam otak sebagian besar hanya terdiri atas lemak yang berfungsi menyangga sel-sel kelabu.
Mechelli dan timnya menggunakan citra struktur otak untuk membandingkan ukuran sel-sel kelabu otak pada tiga kelompok koresponden. Kelompok pertama, adalah 25 orang monolingual, kelompok kedua, sejumlah 25 orang bilingual yang mulai belajar bahasa asing sebelum umurnya mencapai 5 tahun dan kelompok ketiga adalah 25 orang yang belajar bahasa asing pada usia antara 10-15 tahun. Usia dan latar belakang pendidikan para koresponden memiliki perbandingan yang sama setiap kelompok.
Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok bilingual memiliki daerah kelabu yang lebih luas pada korteks parietal inferior hemisfer kiri dibanding kelompok monolingual.
Sedangkan kelompok bilingual yang mulai mempelajari bahasa asing sebelum usia lima tahun memiliki daerah sel-sel kelabu terbesar dibandingkan dua kelompok lainnya.
BACA JUGA: Tips agar Istiqamah Belajar Bahasa Arab
Selain itu, penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa tak ada salahnya mempelajari bahasa asing bagi orang yang sudah “berumur”.
Bagi orang dewasa yang mempelajari bahasa asing juga dapat mengubah struktur otak meski tidak sebaik dan semaksimal belajar saat usia dini, terlambat wajar daripada tidak sama sekali. []
Sumber: Ensiklopedi Hasil Penelitian Ilmiah Terpopuler dan Terpenting/Imam Musbikin/Penerbit: DIVA Press/2010