Oleh: Ridwan Taufik Kurniawan
Mahasiswa, tinggal di Yogyakarta
PERANG Khandak berkecamuk saat putra Umar bin Khattab ini genap berusia 15 tahun. Nama isimnya Abdullah. Sedang kuniyahnya adalah Ibnu Umar. Berjihad di jalan Allah bersama Rasul tercinta adalah impiannya semenjak kecil. Sebagaimana sahabat Rasul yang lain, ia pun mendaftarkan diri sebagai bagian dari mujahid Khandak. Sejak itu, Ibnu Umar tak pernah absen dalam berbagai pertempuran dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
Kelembutan dan zuhudnya Abdullah bin Umar terhadap dunia nampaknya sangat dipengaruhi oleh karakter sang ayah. Di saat kaum muslimin sedang berada pada masa jaya-jayanya, mulai nampak perubahan poros hidup umat muslim ke arah materi. Sehingga para sahabat terkemuka memiliki tanggung jawab dengan menjadi teladan dalam gaya hidup yang shalih, zuhud, dan jauh dari kedudukan yang tinggi. Termasuk di antaranya Abdullah bin Umar.
BACA JUGA: Awal Munculnya Fitnah dan Abdullah Bin Saba’
Adalah biasa saat ia duduk-duduk bersama temannya, ia membacakan Al-Qur’an, lalu bacaannya terhenti, lalu berlinang air matanya. Tangisnya mengalir deras hingga membasahi janggutnya. Ia juga sering memejamkan mata, lantas tertangis saat melewati tempat-tempat yang biasa Rasul singgahi di Makkah dan Madinah, karena cintanya yang amat sangat pada baginda. Kedermawanannya nampak saat ia menerima hadiah 4000 dirham dari baitul mal, ia bagikan langsung harta itu pada para orang-orang miskin, hingga ia sendiri harus berutang keesokan harinya untuk keperluan membeli makan.
Karakter ini yang membuat namanya harum. Begitu disegani baik oleh kawan maupun lawan. Oleh kawan, terbukti beberapa kali ia diminta orang-orang Madinah menjadi Khalifah pengganti Utsman bin Affan. Bahkan di masa Khalifah Utsman, sang khalifah menawarkan jabatan qadhi/hakim kepad Ibnu Umar karena kejujuran dan keluasan pengetahuannya. Oleh lawan, tercatat pesan Muawiyah kepada anaknya Yazid yang telah ia tunjuk sebagai putra mahkota, tentang tiga orang Madinah yang perlu ditakuti. Salah satu dari tiga orang ituadalah Abdullah bin Umar.
Namun demikian, dibalik kelembutan hati seorang Ibnu Umar, tersimpan keberanian (syaja’ah) sekeras karang. Ia adalah orang yang selalu bergairah pada panggilan-panggilan jihad. Ia adalah yang paling keras penentangannya pada penguasa yang lalim. Ia yang berani menginterupsi pidato Hajjaj bin Yusuf, gubernur Hijaz pada masa Yazid, yang tangannya berlumur darah orang tak bersalah. Peristiwa yang mengantarkannya pada kematian akibat tikaman utusan Hajjaj.
Keberanian Abdullah bin Umar juga nampak dalam peristiwa, ketika kafilah dagangnya terhalang seekor singa, yang turut menghalangi orang-orang lain dalam perjalanan. Ia turun dari untanya, lantas menghampiri singa itu. Ibnu Umar menggosok telinganya, seolah ia tengah berbicara dengannya. Lalu menyingkirlah singa itu dari tengah jalan.
Abdullah bin `Umar mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tidak ada hal lain yang bisa menguasainya.” Hal ini juga dinyatakan dalam kitab Risalatal-Qusyairiyyah, “Sesungguhnya yang menguasai manusia adalah sesuatu yang menakutkannya. Jika manusia hanya takut kepada Allah, maka tak ada apa pun yang mampu menguasainya”. Masya Allah. Allahu Akbar.
Ibnu Umar tak memiliki jabatan yang tinggi, hartanya tak melimpah-limpah, namun keberaniannya tak ada yang menandingi. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kekuasaan, ketinggian, kedudukan di mata manusia tak identik dengan keberanian. Justru orang lemah, tak berkedudukan, bukan siapa-siapa, memiliki keberanian yang besar, sebab keyakinan yang besar pada pertolongan Allah.
BACA JUGA: Abdullah bin Abbas, Pendamping Kecil Nabi
Saat senior merasa berhak membentak-bentak junior. Kata-kata kotor meluncur deras dari lisan mereka untuk merendahkan manusia yang belum tentu juga lebih rendah dari mereka. Kelakuan buruk mereka tampakkan untuk sesuatu yang mereka sebut keakraban? Apa hanya karena lebih dahulu di dalam angkatan lalu kita boleh berlaku semena? Keberanian macam apa yang sedang mereka tampakkan?
Keberanian sesungguhnya datang dari Allah. Orang-orang terlihat berani karena menentang Allah sesungguhnya tidak memiliki pelindung. Bagaimana ia dikatakan pemberani, sementara yang menguasai alam semesta sedang ia tentang? Karena itu, saudara, tak perlu takut pada mereka. Hormati sekadarnya sebagaimana kita menghormati orang lain. Tak perlu berlebihan kepada mereka yang mereka sendiri sedang melucuti kehormatannya.
Takutlah kepada Allah, bila bentakan senior malah melalaikanmu dari shalat. Takutlah kepada Allah, bila peraturan-peraturan itu membuatmu abai dari perintah berhijab. Takutlah kepada Allah, jika perintah-perintah manusia memaksamu untuk bermaksiat. Takutlah, niscaya Allah beri keberanian, yang tak tercabut bahkan oleh badai topan. Wallahu a’lam bishowab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.