NABI Musa as. terkenal sebagai nabi yang kuat dan teguh dalam menegakkan kalimat Tauhid. Bukan main-main, musuh yang harus dihadapinya adalah Fir’aun, pemimpin Mesir mengaku dirinya sebagai Tuhan. Berbagai cobaan berat telah Nabi Musa as hadapi, salah satunya diusir dari negerinya sendiri. Ketika Musa a.s menuju ke arah negeri Madyan, ia pun berdoa: (قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ) “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.”
Ustadz Sayyid Qutb menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaan nabi Musa ketika itu dengan ungkapannya: “Fariidan, wahiidan, mutthoridan fii al-Thuruq al-Shokhrowiyyah fii tijahi madyana.. Masaafaatun syaasi’ah wa Ab’aadun mutaroomiyah, laa zaad wala isti’daad.” (Sendirian, terusir di jalan sahara menuju madyan. Jarak yang jauh, tidak punya bekal apa lagi persiapan).
BACA JUGA: Ketika Nabi Musa Ditegur Allah Gara-gara Menghardik Seorang Gembala
Dengan ketakutan yang selalu mengintai, namun nabi Musa tetap mengarahkan tujuannya kepada Tuhannya semata, menyerahkan urusan kepada-Nya, mengharapkan petunjuk-Nya dengan melafazkan doa : (عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيل)
Gambaran munajat seorang hamba Allah yang menyerahkan segala tujuan hidupnya hanya untuk Allah. “Ya Allah.. Sesungguhnya aku terusir, aku sendiri, aku tak punya apa-apa, aku lemah. Tuhanku.. Sesungguhnya aku dari keutamaan dan kemuliaan yang ada pada-Mu sangat membutuhkannya.”
Tidaklah dalam munajat-munajat nabi Musa a.s ini kecuali Allah segera menjawab doanya dengan ungkapan ‘Fa‘ : Maka ( فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ )
“Maka kemudian datang kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan kebaikanmu yang telah memberi minum ternak-ternak kami”.
Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ke-25 surat Al-Qhososh ini dengan perkataannya:
” تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ: Masyyatul fataati at-Thoohiroh, al-faadhilah, al-Afiifah, an-Nazhiifah hiina talqor rijal” (Cara berjalan seorang wanita yang suci, yang memiliki keutamaan, yang mempunyai harga diri lagi bersih, ketika bertemu dengan orang laki-laki).
Gambaran yang menarik tentang sebuah sifat yang mulia yang hendaklah dimiliki oleh kaum muslimah. ‘Alaa istihyaa’, fii ghoiri tabadzulin walaa tabarrujin walaa tabajjuhin walaa ighwa”. Dengan rasa malu, bukan dengan tidak punya rasa malu, tidak dengan berhias, tidak dengan memamerkan diri, tidak pula dengan menggoda.
Ustadz Sayyid Qutb melanjutkan: “Fa al-fatatu al-qowiimah tastahyi bi fitrotihaa ‘inda liqoir rijal wal wal hadist maahum, walaakin lisiqqotihaa wa bithoharotihaa wa istiqoomatihaa laa idhthirob…”.
Seorang remaja putri yang mulia, malu dengan fitrohnya ketika bertemu dengan laki-laki dan saat berbicara kepada mereka, akan tetapi dengan ketsiqohan dan kepercayannya, fitrohnya, serta keistiqomahannya tidak membuatnya menjadi takut dan gusar. Datang dengan ucapan ringkas, padat dan jelas sesuai kebutuhan, tidak banyak berbasa-basi: “Sesungguhnya abiku memanggilmu untuk memberi balasan atas kebaikanmu yang telah memberi minum ternak kami”.
Allah telah menjawab doa Nabi Musa. Sungguh Musa membutuhkan rasa aman, sebagaimana ia juga membutuhkan makanan dan minuman akan tetapi kebutuhannya akan rasa aman lebih besar dari kebutuhan tubuhnya akan bekal makanan. Maka perkataan Nabi Syuaib inilah yang memberikan ketenangan pada musa: لا تخف ” Janganlah takut”.
BACA JUGA: Sarat Makna dan Penuh Hikmah, Inilah Kisah Nabi Musa
Hikmah yang dapat diambil dari ucapan Nabi Syua’ib (Wallahu ‘alam): Bahwa Perkataan bijak orang tua pada generasi muda dalam memberikan solusi kepada mereka dalam menghadapi problematika kehidupan, hendaklah dengan memberikan ucapan-ucapan yang memberikan kesejukan kepada mereka. Sebagai mana ucapan Nabi Syu’aib kepada Musa. Selain itu Syu’aib juga menawarkan kebaikan yang lain kepada Musa.
Begitulah, ungkapan-ungkapan doa nabi Musa mengisyaratkan kepada kita, bahwa keshalihan dan kenabiaannya semakin membuatnya menyandarkan segala urusan dan selalu memohon bimbingan kepada Allah dalam setiap langkahnya. []
SUMBER: IKADI