Oleh: M. Agus Salim
Mahasiswa Eksyar, UIN Raden Intan Lampung
salim.binmaryadi@gmail.com
TELAGA itu konon pernah ada dalam cekungan sebuah hutan di Yunani. Dan setiap pagi ke Telaga itu seorang pemuda berlutut untuk mengagumi bayangan yang terpantul di Permukaan. Dia memang tampan. Garis dan lekuk parasnya terlihat sempurna. Matanya berkilau. Alis hitam dan cambang diwajahnya berbaris rapi, menjadi kontras yang menegaskan kulit putihnya.
Lelaki itu kita tahu adalah Narcissus. Dia tak pernah berani menyentuh atau menjamah air telaga. Karem dia takut cintra indahnya hilang dan memudar ditelan riak air. Konon, dia dikutuk oleh Echo, peri wanita yang telah dia tolak cintanya.
Dia terkutuk untuk mencintai tapi tanpa bisamenyentuh, tanpa bisa menrasakan dan tanpa bisa amemiliki. Echo meneriakkan laknatnya disebuah lembah, menjadi gema dan agung yang kemudian hingga sekarang diistilahkan dengan namanya.
BACA JUGA: Selfie Julurkan Lidah, Ternyata…
Maka di tepi telaga itu Narcissus selalu terpana dan terpesona. Wajah dalam air megalihkan dunianya. Dan melupakan segala hajat hidupnya. Kian hari tubuhnya makin melemah, hingga suatu hari ia jatuh dan tenggelam.
Alkisah, di tempat dia terbenam, tumbuh sekuntum bunga. Orang-orang menyebutnya kembang itu, narcissus.
Konon pasca kematian Narcissus airnya telah berubah dari semula jernih dan tawar menjadi seasin air mata.
“Mengapa engkau menangis ?” tanya peri.
Telaga itu berkaca-kaca, ”Aku menangisi Narcissus,” katanya.
“Oh, tak heran kau tangisi dia. Sebab semua penjuru hutan mengaguminya, dan hanya engkau yang dapat menakjubinya dengan dekat.”
“Oh indahkah Narcissus?” jawab telaga.
Para peri hutan saling memandang “Siapa yang mengetahuinya lebih darimu?”
Sejenak hening menyergap mereka “Aku menangisi Narcisssus,” kata telaga kemudian, “tapi tak pernah ku perhatikan bahwa dia indah. Aku menagisi karena, kini aku tak bisa lagi memandang keindahanku sendiri yang terpantul di bola matanya tiap kali dia berlutut di dekatku.”
Setiap kita pasti memiliki kecenderungan untuk menjadi Narcissus atau telaganya. Kita mencintai diri ini, untuk menjadikannya pusat bagi segala yang kita perbuat dan semua yang ingin kita dapat.
Kita berpayah-payah agar semua manusiaa menaruhkan perhatiannya kepada kita dan agar terlihat mempesona pastinya. Kita mengerahkan segala upaya agar semua orang yang melihat kita terkagum seolah melihat manusia paling sempura di jagat raya.
Kisah Narcissus dan telaganya menyadarkan kita bahwa setiap insan yang ingin menunjukkan kebesaran dirinya.
Maka sebenarnya hanyalah sia belaka, karena setinggi apapun nilai diri sesorang adalah hanyalah sebuah ketidakmengertian yang jauh dan abainya orang dekat.
BACA JUGA: Ini 6 Perilaku Orang Narsistik, Salah Satunya Tak Mau Kalah
Layaknya kisah para peri di atas yang tak bisa menikmati nilai kekaguman pada Narcissus karena sebuah jarak dan telaga yang dekat namun sejatinya dia tak mengaguminya melainkan dirinyalah yang dikagumi sendiri melalui banyangannya.
Begitu manusia, pada dasarnya adalah hanya kagum pada masing-masing dirinya sendiri.
Melihat cerita di atas rasanya sangat menyentuh dengan mental generasi muda dan remaja saat ini. Apalagi ditambah dengan kondisi zaman yang sangat canggih sekarang.
Sangat memudahkan sekali pemuda atau remaja untuk dapat mengekspresikan dirinya di semua tempat (baca: media sosial). Hingga terkadang ia tak sadar bahwa apa yang dilakukannya itu adalah sebuah hal yang tak layak diperlihatkan dikhalayak ramai. Yap betul, apalagi kalau bukan aktifitas memamerkan ketenaran, kehebatan, kecantikan atau ketampanan dll. Hal ini seperti menjadi kebiasaan yang tak bisa lepas, khususnya dikalangan kaum hawa.
Aktivitas narsis berupa; pamer foto diri atau pamer foto lainnya, ketika semua diniatkan hanya untuk mnunjukkan kehebatan diri, maka akan berpotensi menimbulkan penyakit hati. Seperti ajang pamer aurat, ujub (bangga diri), riya’.
Sebagaimana diungkapkan sebuah hadis Rasulullah SAW yakni; “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan, 1) tamak lagi kikir, 2) mengikuti hawa nafsu, dan 3) ujub (takjub pada diri sendiri).” (Hr. Ath-Thabrani).
Hadis di atas menginsyafkan kita bahwa begitu bahayanya penyakit ujub pada diri muslim. Hingga akan membawa pada jurang kebinasaan.
Saudaraku, sebagai manusia biasa pasti sifat-sifat diatas sangat melekati diri kita, bak noda hitam yang menempel pada baju. Noda hitam tersebut akan hilang ketika bisa pela-pelan menguranginya atau menghindar dan selalu mebersihkannya.
BACA JUGA: Diberi Ini Itu, Diitu-Iniin
Yaitu dengan mengurangi aktivitas bersosmed, menghindari upload foto tidak penting dan yang terutama adalah selalu mengiringi niat ikhlas dalam aktifitas kita.
Pastilah, noda hitam pada baju akan perlahan meluntur hingga bersih, seperti sedia kala.
https://www.youtube.com/watch?v=jDjkCvZed7o
Oleh karena itu, aktivitas meg-upload foto bukan berarti dilarang ya!. Namun, sebagai muslim dan muslimah yang bijak, kita harus paham apa niat dan esensi foto itu dipublikasikan, ketika maksudnya adalah untuk mendapat ridhonya dengan memberi motivasi atau sarana dakwah maka hal tersebut adalah nilai pahala bagi kita, dan memanag seharusnya begitu.
Ingat tak ada yang pantas untuk kita besar-besarkan dalam diri ini.. Hanya Allah yang berhak atas itu. Karena Dia-lah sang Al-azhim (Maha Agung). []