SUNGAI Amazone bagaikan terbelah, ketika beribu-ribu buaya menyeberanginya. Hutan di tepian Amazone begitu menggemparkan, bunyi pohon yang rubuh menggetarkan jiwa dan membuat takut semua penghuni hutan. Keributan itu dimulai dengan bentakan yang terus-menerus dari penebang kayu di sepanjang sungai Amazone.
Pohon oak yang tebal dan berdiamter lebih dari satu setengah meter membuat penebang kayu yang berlengan kuat, brotot serta gempal merasa gentar. Berjam-jam sudah, bahkan berhari-hari, penebangan pohon liat sangat sulit dilakukan. Sampai akhirnya metode baru digulirkan, yaitu dengan membentak kuat-kuat pohon yang akan ditebang secara teratur. Dan subhanallah, setelah 30 hari dibentak, diteriaki dan dihardik dengan sangat kuat, dengan suara kencang memekakan telinga, maka pohon tersebut menjadi mudah untuk ditebang.
Oleh karena itu banyak penebang pohon yang mengunakan metode bentakan dan hardikan yang mencekam, mengumbar emosi dan amarah terhadap sang pohon yang akhirnya terkulai layu dan tumbang jiwanya. Ketika jiwa pohon tersebut sudah tumbang, maka sangatlah mudah bagi penebang pohon untuk menebangnya.
Pohon adalah makhluk hidup, namun bedanya dengan manusia adalah pohon tidak memiliki akal pikiran. Selai itu dia juga tidak memiliki kemampuan untuk bergerak namun dia memiliki perasaan. Dari sebuah hadist diberitakan bahwa pohon pun bersujud pada-Nya, gunung pun gemetar ketika diberi amanah untuk menjadi khalifah.
“Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.” (QS: Al Hasr: 21)
Hanya manusia yang berani mengemban amanah dan kemudian lalai.
Teringat sebuah kisah mengenai pohon yang menjadi tempat mimbar bagi Rasulullah untuk berceramah, ketika mimbar tempat Rasulullah berceramah digeser, dan Rasulullah mulai ceramah di depan mimbar, di tengah ceramahnya itu terdapat suara seseorang jatuh dengan tiba-tiba, dan suara anak unta berusia tujuh bulan menangis terdengar pilu. Wahai unta siapa gerangan, ternyata Rasulullah SAW yang bijaksana dan kita cintai, mendapati sebuah pohon bekas mimbarnya yang dahulu terkulai layu, nyaris mati dan badannya terbelah dua. Jerit tangis pohon kurma yang dulu menjadi mimbar Rasulullah itulah yang membuat keributan.
Rasulullah dan para sahabat terperanjat, mengapa ada pohon yang menangis. Lalu pohon itu pun menjawab, bahwa dia sedih karena kehilangan Rasulullah yang selama ini bersandar padanya. Masya Allah, ada dua hikmah dari kisah ini, betapa pohon itu mencintai Rasulullah sedemikian dalam sehingga ketika ditinggal oleh Rasulullah beberapa meter saja, dia menangis dengan sangat menyayat hati. Hikmah kedua, betapa selama ini pohon tersebut memiliki hati, ruh dan jiwa yang lembut, sehingga wajarlah bila kita membandingkan pohon oak di Amazone dan pohon kurma Rasulullah, bahwa pohon pun menjadi hilang harga dirinya ketika dihujani bentakan serta mampu menjadi lembut dan pilu hatinya bila dihujani dengan nasehat dan kasih sayang yang berdasarkan Al Quran. Pohon saja begitu, apa lagi anak manusia?
Satu lagi kisah nyata, mengenai sebuah pohon mangga yang ada di kebun sebuah vila di puncak, tepatnya di lembah neundet. Bertahun-tahun tidak ada satu pun mangga yang berbuah, sebelum membesar biasanya buahnya mengering. Ketika satu waktu kebun itu dibeli untuk dibangun sebuah pesantren kecil, yang setiap pagi dan sorenya anak-anak menghafalkan Al Quran, secara ajaib, buah mangga tersebut berbuah. Ternyata alunan suara yang lembut, penuh nuanasa Qurani membuat makhluk hidup yang mendengarkannya menjadi lembut juga serta gembira dan akhirnya berbuah! Masya Allah.
Sudahkah kita mempraktekkan kelembutan dan curahan nasihat dan kasih sayang pada anak-anak kita, remaja disekitar kita serta orang-orang yang kita cintai. Ataukah kita berniat membentuk mereka dengan membentak?
Semoga cerita mengenai luruhnya pohon-pohon yang ada dalam artikel ini mampu menginspirasi kita sebagai orang tua dan pendidik bahwa mendidik dengan membentak dan menyakitkan akan membuat harga diri si anak tumbang dan akan membuat dia jatuh luruh dan mati jiwa, sehingga apapun yang kita inginkan dia tidak akan peduli. Bayangkan berbicara dengan patung yang tidak punya jiwa, itulah gambarannya. Jelas hal itu percuma saja dan sia-sia.
Bandingkan bila kita membentuk dan mendidik dengan motivasi penuh dengan nuansa Qurani dan dengan penuh kasih sayang serta kelembutan, maka yang terjadi adalah hati yang lembut. Bahkan kasih sayang akan berbalik ke kita tanpa kita sadari, seperti halnya pohon kurma yang menjadi senderan Rasulullah ketika bercermah. Kelembutan serta kasih sayang berlandaskan Al Quran merupakan motivasi yang dahsyat untuk berbuah dan berprestasi seperti pohon mangga yang awalnya mati kemudian berkembang ketika di sebelahnya dibangun pesantren. Masya Allah, sungguh indah bila bertadabur dengan tumbuhan ciptaan Allah dan mengambil hikmah dari mereka, walau dimata kita mereka hanyalah pohon. []
~~~~🌺🌺🌺
Fifi. P. Jubilea SE, S.Pd, M.Sc , Ph.D
Founder of Jakarta Islamic School
JISc Call Center :
https://wa.me/+628111277155