DUA macam tumbuhan ini sepintas tidak bermasalah. Namun coba lihatlah dialog di bawah ini.
Bambu : Aku iri denganmu, Mawar…
Mawar: Bagaimana bisa, engkau iri padaku? Memang apa yang membuatmu iri padaku?
BACA JUGA: Sang Elang di Lumbung Padi Petani
Bambu: Coba lihatlah dirimu, engkau begitu wangi dan cantik. Lantas pantas saja engkau banyak yang menyukai.
Mawar: Sstt… Untuk apa kaulihat itu semua. Bersyukurlah engkau menjadi bambu, lihatlah aku, Bambu… memang aku ini banyak dipuji bahkan aku terlihat menarik namun pandanglah kembali, aku hanyalah mawar berduri, bila angin menerpaku kelopak ku kian hari akan berjatuhan hingga aku tidak lagi menarik, aku hidup tidaklah lama, namun akut tetap bersyukur walau tidaklah sepeti mu.. (dengan wajah yang sendu dan sedih)
Bambu: Apalah yang kau lihat padaku mawar, aku tiadalah berguna dan aku tidak menarik… lalu apa gunanya aku hidup.
Mawar: Kenapa engkau begitu pesimis, Bambu… bersyukurlah karena engkau memiliki tubuh yang sangatlah kuat bahkan angin besar sekalipun tidak akan membuatmu tumbang, dan lihatlah rumah-rumah dan yang lainnya, engkau sangatlah memberi manfaat untuk manusia. Engkau tidak usah menyalahi dan merendahkan diri, buktinya potensimu sangatlah tinggi. Maka bersyukurlah…
BACA JUGA: Kantong Kue di Bandara
Bambu: Aku tidak tahu harus berbuat apa padamu. Kini aku baru mengerti dan sadar atas penilaianmu. Terimakasih, Mawar.
Sepintas cerita di atas cukuplah singkat, namun ada pelajaran yang dapat kita ambil. Bahwa hidup yang pesimis itu tidak akan menemukan potensi dalam dirinya. Sehingga ia akan mengurung dan selalu merendahkan dirinya sampai menemukan apa yang dia inginkan.
Maka dari itu tetaplah percaya diri, optimis dan terakhir bersyukurlah seperti mawar yang tetap dapat mempertahankan kesyukurannya, walau ia lebih banyak kekurangannya daripada bambu. []