Oleh: Mursal M.Jafar
Alumnus Yaman, Kandidat Master di Tazkia University Of Islamic Economic, Sentul City, Pelajar dan pengajar dayah Darussa’adah Cot Tarom, Bireuen, Aceh, arrisyadimursalmina@gmail.com
SEMUANYA berawal ketika saya dan kawan-kawan mengikuti program kursus bahasa Inggris 3 Bulan di Pare, Kediri, Jawa Timur, yang merupakan program beasiswa dari Badan Dayah Provinsi Aceh. Kami di berangkatkan tepat pada tanggal 22 Agustus, 2 bulan yang lalu. Sebenarnya banyak sekali pengalaman dan peristiwa yang ingin dibagikan kepada masyarakat Indonesia, namun dikarenakan batasan waktu dan kesibukan belajar di Pare, maka kami hanya berbagi pengalaman yang cukup unik dan menarik untuk di tadabburi serta dijadikan pelajaran dalam kehidupan ini.
Beberapa hari yang lalu, Kursus tempat kami menimba ilmu mengadakan study tour ke beberapa tempat di Jawa tengah, dan salah satunya adalah Borobudur yang merupakan tempat yang sangat familiar serta salah satu keajaiban dunia dari Indonesia. Tidak heran jika tempat yang satu ini dikunjungi oleh banyak touris mancanegara, karena kemegahan bangunan, serta arsitekturnya yang unik membuat setiap orang yang mengunjunginya terfana, terpesona serta bertanya-tanya akan keahlian sang Designernya.
Setelah kami turun dari candi tersebut dan menuju arah jalan kembali ke Bus, kami mendengar sebuah promosi dari pemandu bahwa di GUSBI(Galeri Unik Seni Borobudur Indonesia) dapat bertemu langsung dengan orang terpendek di Indonesia dengan tiket masuk 5.000 rupiah. GUSBI adalah sebuah bangunan atau galeri yang terletak tidak jauh dari Candi Borobudur. Di tempat tersebut banyak hal dapat kita saksikan, mulai dari peninggalan meletusnya gunung berapi hingga pembuatan batik serta gambar dindingnya yang sangat unik sehingga membuat kita bernostalgia ke zaman sejarah Indonesia.
Dari sinilah cerita petualangan kami di mulai, kami bergegas menuju tempat yang di arahkan oleh pemandu tersebut dengan rasa penasaran terhadap sosok manusia yang berukuran 65 cm itu.
Setelah kami masuk ke dalam galeri, ternyata banyak para pengunjung yang berantrian berfoto dengan orang terpendek tersebut yang bernama Salahuddin. Setelah kami bertatapan langsung dengan Salahuddin, ternyata kami tidak hanya sekedar menuntaskan rasa penasaran, banyak hal yang bisa kita ambil I’tibar dari sosok terpendek tersebut. Ketika ia mampu tersenyum dengan semua pengunjung yang berfoto, seolah-olah kekurangan dan keterbatasannya tidak membuatnya gengsi lantas menghentikannya untuk memilih kebahagian dalam hidup. Padahal begitu banyak manusia yang diberikan oleh Allah tubuh normal seperti manusia pada umumnya, namun mereka memilih untuk sengsara karena salah cara dalam menyikapi serta memahami sebuah kehidupan. Dan yang lebih menakjubkan ketika ia di tanya,”Apa prinsipnya dalam hidup sehingga ia mampu menikmati hidup seperti manusia normal pada umumnya” jawabannya singkat dan penuh makna” Berusaha bersyukur dan melapangkan hati terhadap semua pemberian yang kuasa karena itu merupakan karunia terindah dalam hidup”.
Ternyata bahagia itu bukan tergantung tantangan apa yang dihadapi, namun lebih kepada bagaimana sikap dan cara mengadapinya, dan konsep bahagia dalam hidup telah dipaparkan oleh baginda Rasul berabad-abad yang silam.
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya adalah kebaikan (bagi dirinya), dan ini hanya dialami oleh seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”
(Hadist Riwayat Imam Muslim)
Jika filosofi sabar dan syukur di terapkan dalam setiap kehidupan manusia, maka tidak ada yang perlu di susahkan, dan tidak ada yang perlu diresahkan serta dikhawatirkan karena setiap sesuatu adalah kebaikan dalam hidup. Kenapa banyak orang yang kelihatan mapan namun tidak menemukan esensi kebahagian, dan kenapa sebagian orang yang sangat sederhana dalam mengarungi kehidupan namun mereka sangat menikmati hidup ini, itu tidak lain karena cara yang digunakan dalam menjalani kehidupan berbeda-beda. berarti bahagia dan sengsara adalah masalah pilihan. Sedangkan pilihan tergantung kepada sang pemilih itu sendiri. []