DALAM kesempatan perjalanan pagi menjelang siang di Purwakarta, saya melihat ada banyak pedagang kaki lima berjajar di sepanjang jalan trotoar sedang menyiapkan dagangannya, secepat kilat mata saya tertuju pada satu gerobak yang menarik perhatian saya, gerobak rujak. Gerobak yang terbuat dari alumunium yang kokoh, berisi penuh dengan macam-macam buah-buahan yang tersusun dan terklasifikasi dengan rapih.
Yang lebih menarik perhatian saya adalah penampilan tukang rujaknya, mengenakan kemeja putih garis-garis lengan panjang dimasukkan ke dalam celana panjangnya lengkap dengan ikat pinggang, sepatu dan kaos kaki. Kalau ia tidak sedang membereskan gerobak rujaknya, banyak orang yang tidak akan menyangka bahwa bapak ini seorang tukang rujak, mungkin orang akan menyangka pa guru, atau pekerja di kantor sedang membeli rujak.
Saya pernah beberapa kali beli rujak itu, harganya untuk ukuran rata-rata tukang rujak memang cukup mahal, 10 sampai 15 ribu per porsi, tapi harga yang ditawarkan sebanding dengan rasa, kebersihan, pelayanan dan tentu performa tukang rujaknya sendiri, tak heran, membelipun harus antri. Bapak tukang rujak ini tau bagaimana cara menghargai profesinya, meramu rasa rujaknya, juga memberikan pelayanannya sehingga pelanggan merasa pantas membeli harga berapapun dan pembeli merasa puas.
Berkaca dari tukang rujak, saya kadang merasa kesal melihat mahasiswa keguruan yang berpenampilan tidak mencerminkan seorang calon guru, walaupun status mereka masih mahasiswa tetap saja mereka dipersiapkan untuk menjadi guru. Atau mendengar guru yang mengajar “sahayuna” alias alakadarnya, asal punah kewajiban, tidak mempersiapkan dengan sungguh-sungguh, buat RPP kalau ada pemeriksaan saja, atau mau naik pangkat saja, kadang datang kesiangan pulang lebih awal, sudah di sekolah titip tugas ke guru honorer atau ke ketua kelasnya, mudah-mudahan guru seperti ini tidak banyak dan hanyak oknum.
Belajar dari tukang rujak, mari kita introspeksi diri, saya dan siapapun yang bergelut dalam duania pendidikan, agar profesi kita di hargai, agar kita bisa memberikan yang terbaik buat anak-anak kita, agar masyarakat sebagai “user” merasakan manfaatnya. Kita mulai dari diri kita memuliakan dan menghormati profesi kita dengan berpenampilan, besikap dan bertutur kata yang baik yang mencerminkan seorang pendidik, berangkat ke tempat mengajar mulai berfikir bahwa saya harus memberikan yang terbaik untuk anak-anak saya di sekolah. Melaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab, tentu menjalani profesi ini dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Para pendidik yang berpendidikan tinggi ini tentu tidak boleh “kalah” oleh bapak pedagang rujak yang mungkin tidak tinggi pendidikannya, tapi karena kesungguhan dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesinya, tukang rujak bisa sukses, apalagi profesi seorang guru yang terdidik dan terhormat. []