MALAM itu seperti biasanya, ia pulang dari rutinitasnya sehari-hari. Ia berjalan dengan kepala tertunduk letih namun masih sedikit terlihat sisa-sisa semangat di pagi hari. Memang ia biasa keluar pagi-pagi ketika sang surya terbit dan kembali pulang malam ketika matahari terbenam.
Kakinya berjalan cepat seperti ia ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Terlihat kerudungnya melambai-lambai tertiup angin malam diiringi dengan tas lusuhnya yang selalu setia menemaninya pulang.
Kepalanya yang tertunduk mulai mendongak ke atas. Ia melihat ke atas berharap ada bintang malam yang bersinar, namun suasana malam di kota memang tidak seindah di desa asalnya. Memang ia sejak kecil sangat suka melihat bintang-bintang di malam hari.
Namun di kota perantauannya ia jarang melihat bintang di malam hari, maklum saja cahaya bintang tertutupi oleh polusi udara. Karena gagal melihat bintang, ia alihkan dengan melihat sejumlah kendaraan yang lewat di jalanan.
Untuk menghilangkan kebosanan, mulutnya sambil berhitung,”Satu, dua..tiga,” ujarnya. Namun lama-kelamaan nampaknya ia jenuh, mungkin terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang lewat.
Sambil bersenandung, ia termenung sembari bergumam,” Jika melihat terus kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, mataku terlihat penat dan melelahkan. Kapan ya kendaraan ini berhenti dan sepi?”tanyanya dalam hati.
Kemudian batinnya bergemelut sendiri,”Pasti,,pasti semua kendaraan di jalanan ini akan berhenti dan tidak mungkin tidak akan berhenti,”jawabnya dalam hati.
“Ah…benar juga, mungkin semua kendaraan ini akan berhenti pada suatu waktu, apakah malam hari atau dini hari,”batin lainnya menyahut.
Batinnya bertutur lagi,” Jika dipikir kembali, kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang di jalan seperti sebuah masalah dalam kehidupan. Yah, jika kita lihat mungkin masalah-masalah yang menimpa kita terus datang dan terus menerus ada. Namun sadarkah kita bahwa semua masalah itu suatu saat pasti berakhir.”
“Seperti kendaraan yang akan sepi jika sudah malam, masalah dalam hidup kita pun pasti akan berakhir jika sudah melewati batas waktunya. Seperti hujan lebat yang terus mengguyur bumi, suatu saat pasti akan berhenti juga, pun dengan masalah dalam hidup kita,” tandasnya dalam hati meneguhkan dirinya sendiri.
Wajahnya yang lelah dan kusut kembali tersenyum. Seolah-olah ia kembali mendapat suntikan semangat yang baru. Ia kembali optimis bahwa semua masalah yang menimpa dirinya pasti akan berhenti jua. Justru masalah itu tanda sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Allah ingin hamba-Nya naik derajatnya baik di depan-Nya maupun di depan manusia.
Tak disadari, ia sudah sampai di pertigaan gang tempat tinggalnya di kota perantauan. Ia terus melihat kendaraan karena ia hendak menyebrang.
Kendaraan mulai sepi, ia dengan sigap berlari kecil menyebrang jalanan yang mulai menyepi.
“Pasti semua masalah yang menimpa hidupku akan berakhir, aku yakin pasti,” gumamnya dalam hati dengan penuh keoptimisan diri.
Unie. Itu adalah namanya. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia adalah wanita lemah yang berusaha untuk kuat agar belajar ikhlas menerima takdir dalam hidupnya. []