HATI siapa yang tidak tersentuh melihat cinta seorang ayah pada anaknya yang sungguh besar. Ayah yang buta ini setiap hari mengantarkan anaknya ke tempat penitipan anak dengan naik kereta api.
Ayah hebat itu bernama Muhamad Firdaus bin Hairi berusia 29. Ia dan istrinya Noor Hidayah binti Ibrahim sama-sama tuna netra.
Ketika ditanya mengapa ia yang mengantarkan anaknya ke tempat penitipan anak, ayah yang buta ini menjawab, “karena tempat penitipan anak ini lokasinya lebih dekat dari tempat kerja saya dibanding tempat kerja istri.”
Sekalipun buta, suami istri ini masih harus bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berbeda dengan kondisi ayah ibunya, anak Muhammad Razin Hamizan bin Muhamad Firdaus pada usia delapan bulan terlahir dengan kedua mata yang normal.
Tahfidz Qur’an
Firdaus mengaku bahwa ia tidak terlahir dalam kondisi yang buta. Saat ia masih bayi dan berada di rumah sakit, lampu yang ada di dekatnya terlalu terang sehingga saraf matanya tak kuat beradaptasi dengan banyaknya cahaya tersebut.
“Saat berada di ranjang bayi rumah sakit, mata saya tidak tertutup dengan sempurna sehingga saraf mata saya rusak,” ujarnya.
Lelaki kelahiran Selangor Malaysia ini terbiasa menjalani kegiatan sehari-harinya seperti orang normal lainnya. Bahkan, ia berhasil meraih gelar diploma di bidang Tahfidz Qur’an dan Dakwah di Departemen Pengembangan Islam Darul Qur’an.
Sejak tahun 2014, ia bekerja sebagai sekretaris di Yayasan Al Fitrah dan juga bertugas meneliti ejaan Qur’an edisi Braille untuk orang tuna grahita lainnya. Ia dapat tetap bekerja dengan segala keterbatasan yang ia miliki setelah menempuh pendidikan luar biasa di Port Klang Malaysia.
Saat ini, ia dapat mengerjakan semua pekerjaannya tanpa bantuan orang lain. Termasuk menulis, mengirim email, membaca dan kegiatan lainnya.
“Ada sebuah perangkat lunak komputer bernama JAWS dan aplikasi Android bernama Talk Back yang lumayan memudahkan hidup saya,” jelasnya.
Ia menambahkan, “Saya menggunakan kereta juga karena lebih mudah digunakan untuk difabel seperti saya dibandingkan dengan menggunakan bus yang menggunakan kode angka untuk jurusan dan lokasi.”
Kisah Cinta dengan Istri
Ia dan istri bertemu pertama kali saat masih sama-sama bersekolah di Port Klang, Malaysia. Keduanya sama-sama atlet lari yang sering ditugaskan untuk bertanding mewakili sekolah.
“Istri saya adalah pelari 100 meter dan 200 meter, sedangkan saya adalah pelari 400 meter, 800 meter dan 1500 meter. Sebelum bertemu kembali, kami sempat berpisah selama 10 tahun paska kelulusan.”
Saat itu, keduanya menekuni profesi yang berbeda. Ia sibuk belajar Al-Qur’an, sedang istrinya bekerja mengedit teks Braille untuk buku pegangan sebuah perusahaan.
Namun, takdir kembali mempertemukan mereka. Mereka bertemu kembali di sebuah acara yang menghadirkan Firdaus sebagai pembaca Al-Qur’an.
Setelah itu, cinta bersemi di hati Firdaus dan Noor. tak butuh waktu lama untuk pendekatan, mereka langsung menikah dan punya anak hingga kini.
Pesan dari Firdaus
Ia berpesan kepada semua pembaca untuk bersyukur pada Allah karena telah diberi anggota tubuh yang normal, “tubuh normal tersebut harus dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan umat.”
Ia menambahkan bahwa kita semua harus berusaha untuk sukses. Tak ada seorang pun yang berhak menentukan siapa yang lebih rendah dari siapa karena kita semua adalah ciptaan Allah.
Jika ayah yang buta seperti Firdaus saja bisa menyayangi anaknya dan tetap bekerja dengan kekuatannya sendiri, maka kita juga tak memiliki alasan apapun untuk menyerah. Jangan biarkan tubuh kita memiliki alasan untuk menyerah. Dari Firdaus, kita bisa belajar banyak hal tentang semangat hidup. Apapun keadaan kita, cinta pada anak semoga akan tetap mengalir deras. []
Sumber: theasianparent.