Oleh: Hendriyan Rayhan
Santri Ma’had Khairul Bariyyah Angkatan 20
rayhanmuslim@gmail.com
TAQWA merupakan salah satu konsep penting dalam Islam. Syari’at shaum di bulan Ramadan ini jelas-jelas bertujuan la’allakum tattaqun (agar kalian bertaqwa). Bahkan QS. al-Baqarah [2]: 2 menyatakan bahwa al-Qur’an adalah petunjuk bagi al-Muttaqin (orang-orang bertaqwa).
Tiga ayat setelahnya menyebutkan di antara kriteria orang-orang bertaqwa. Kriteria orang bertaqwa secara luas memang disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an. Namun demikian ulama juga berijtihad merumuskan definisi mengenai istilah taqwa.
Sebagai sebuah ijtihad, tentu akan ditemui ragam definisi yang merupakan konsekwensi logis karena perbedaan sudut pandang dan latar belakang. Perbedaan yang bersifat variatif itu merupakan kekayaan intelektual dengan kekhasan dan kedalaman penghayatan masing-masing.
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhim mengutip riwayat yang disandarkan kepada sahabat Ibnu Abbas. Riwayat itu menyebutkan bahwa al-Muttaqin ialah orang-orang beriman yang berlindung dari syirik dan mengerjakan ketaatan kepada Allah.
Riwayat lainnya menyatakan bahwa mereka adalah orang yang takut terhadap sesuatu yang haram dan melaksanakan apa yang fardhu (Ibnu Katsir: 1/163).
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyebut bahwa taqwa berasal dari akar kata wiqayah yang berarti memelihara. Dalam konteks ini berarti memelihara hubungan baik dengan Allah, memelihara diri dari perbuatan yang tidak diridhai Allah, serta memelihara agar perintah-Nya dapat dijalankan (Hamka: 1/98).
Tafsir al-Jalalain menyebutkan penjelasan singkat mengenai tempuhan kepada taqwa, yaitu dengan “menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan” (as-Suyuti: 1/3). Dari sini muncul pengertian populer terhadap taqwa, yaitu imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahih (Menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya).
Ummi Nurdjani Djaja (1935-2012) juga turut memberi definisi taqwa. Ulama perempuan asal Minangkabau ini pernah mengampu lebih dari 15 majelis ta’lim di Jakarta dan sekitarnya. Kiprah dakwahnya semakin nyata dengan mendirikan Ma’had Khairul Bariyyah sejak tahun 1989 di Cimuning, Mustikajaya, Kota Bekasi. Sangat menarik untuk menggali warisan intelektual dari perempuan yang sangat hobi membaca ini, salah satunya tentang definisi taqwa.
Dalam buku Kiat Memupuk dan Merawat Iman beliau menulis bahwa, “Taqwa adalah disiplin menjalankan perintah Allah Swt. dan disiplin menjauhi larangan Allah Swt. demi mengharap mardhatillah. Taqwa akan melahirkan amal saleh dan akhlaqul karimah.” Dari definisi yang populer, ada beberapa kata kunci tambahan dalam definisi ini, yaitu disiplin, mardhatillah, amal saleh dan akhlaqul karimah.
Amal saleh dan akhlak mulia menjadi perwujudan nyata dari taqwa. Hal ini sejalan dengan spirit al-Qur’an yang tidak hanya menekankan kepada sekadar kesalehan ritual, tetapi juga penting menanamkan kesalehan sosial.
Secara ritual, seorang yang bertaqwa membangun hubungan dengan Allah berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat (Lihat QS. 2: 3-5). Hal itu diiringi kesalehan sosial dalam hubungan vertikal dengan sesama manusia, hewan, dan alam secara luas. Dalam bentuk konkret misalnya dijelaskan al-Qur’an bahwa orang bertaqwa itu senantiasa berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit, menahan amarah, dan memaafkan orang lain (Lihat QS. 3: 134).
Praktik ini juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupannya. Secara jelas al-Qur’an memuji beliau dalam QS. al-Qalam [68] ayat 4: “Wa innaka la’ala khuluqin azhim” (Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur). Ungkapan Ummi Nurdjani bahwa taqwa akan melahirkan amal saleh dan akhlaqul karimah sangat sejalan dengan moral-value al-Qur’an dan Sunnah.
Kata mardhatillah menjadi kunci penting dalam definisi taqwa menurut Ummi Nurdjani Djaja. Perspektif mengharap mardhatillah akan membuat seseorang rela berkorban jiwa (QS. 2: 207) maupun harta (2: 265). Mardhatillah atau keridhaan Allah sebagai tujuan dari taqwa meniscayakan kemurnian amal.
Sejalan dengan prinsip iyyaka na’budu (hanya kepada Engkau kami menyembah) yang diikrarkan minimal tujuh belas kali dalam sehari. Hal inilah yang kelak membuat seseorang tidak merasa terbebani dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Ummi Nurdjani juga menyatakan dalam buku Meraih Taqwa dengan Puasa, “Demikian nikmatnya, rasa gembira dan bahagia bagi orang yang beriman menjalankan tugas dengan penuh ikhlas mengharapkan mardhatillah.”
Disiplin juga menjadi penting dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Dari sisi Psikologi, James Drever menyatakan bahwa disiplin adalah kemampuan mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan hal-hal yang telah diatur dari luar atau norma yang telah ada. Singkatnya disiplin akan membentuk diri yang memiliki kesadaran, meskipun tidak dikontrol oleh lingkungan.
Sikap disiplin sangat penting bagi seorang Muslim agar dapat menjalankan syariat secara sempurna. Dengan rasa disiplin, seseorang tidak perlu dikontrol oleh sesama manusia untuk salat tepat waktu, tidak diam-diam membatalkan puasa, atau rutin membaca al-Qur’an. Seorang pejabat yang disiplin menjauhi larangan Allah tidak akan berani melakukan korupsi, meskipun rakyat tidak tahu. Seorang pedagang yang disiplin menjalankan perintah Allah akan senantiasa jujur dalam timbangan, meskipun ada kesempatan untuk curang.
Tambahan kata disiplin membuat definisi taqwa menurut Ummi Nurdjani sangat relevan dengan kondisi wabah Covid-19 pada Ramadan kali ini. Ramadan kali ini tidak terlalu ramai dengan syiar ritual ibadah dan amal saleh. Artinya seseorang tidak dikontrol oleh lingkungan untuk berangkat salat tarawih berjamaah ke masjid, karena salat dilaksanakan di rumah masing-masing.
Seseorang tidak dikontrol oleh lingkungan untuk ikut tadarus bersama, menyimak kultum sebelum berbuka puasa, maupun giliran berinfaq untuk kegiatan buka bersama. Disiplin menjalan perintah dan menjauhi larangan Allah memang bukan perkara sederhana. Ia membutuhkan proses pembiasaan yang panjang dan pembelajaran tanpa henti. Ayo belajar! Wallahu a’lam. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.