DUNIA perekonomian sudah berkembang ke arah digital. Jual beli dan perdagangan tak hanya dilakukan secara tatap muka di pasar-pasar. Kini, transaksi bisa dilakukan secara online.
Dalam dunia belanja online bahkan ada sistem pre-order. Maksudnya, calon pembeli harus membayar terlebih dahulu sementara barang yang dibeli masih harus ditunggu ketersediaanya dalam tenggang waktu tertentu.
BACA JUGA; Jika Lakukan Jual Beli…
Dalam Islam, jual beli atau perdagangan itu halal. Namun tentunya ada sayarat dan rukun yang harus dipenuhi meliputi penjual, pembeli dan barang yang dijual serta cara jual belinya. Nah, bagaimana dengan sistem PO di atas, apakah dibolehkan dalam Islam?
Anggota DSN-MUI Prof Dr H Jaih Mubarok, SE, MH, MAg menjelaskan, ketika melakukan aktivitas jual-beli, harus jelas siapa pelakunya dan barang apa yang akan dijual.
Metode pre-order secara fikih itu diperbolehkan, jika sesuai dengan rukun dan syaratnya.
“Kalau jual-beli harus jelas siapa yang jual dan siapa yang beli. Secara fikih, boleh apapun metodenya, yang jelas harus jelas risiko gharahnya,” tutur Prof Jaih di Acara Sosialisasi Fatwa DSN-MUI di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Akad dalam belanja pre-order ini dikenal dengan istilah ijarah. Lalu penjual bisa juga melakukan akad salam, yang mana penjual menerima harga beli terlebih dahulu dari pembeli. Dilanjutkan dengan penjual membeli barang yang dipesan kepada supplier, yang diakhiri dengan mengirim atau menyerahkan barang belanja kepada pembeli.
Sesuai Fatwa DSN MUI No 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Salam menjelaskan ketentuan akad salam bahwa alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, maupun manfaat; pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati; waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
BACA JUGA: Hukum Jual Beli di Marketplace
Sama halnya dengan menjadi seorang makelar atau broker, dalam Islam juga diperbolehkan. Bahkan dalam fatwa sudah dijelaskan terkait keperantaraan yakni dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 93/DSN-MUI/IV/2014 tentang Keperantaraan (Wasathah).
Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ …
“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu …” (QS Al-Maidah ayat 1).
… وَأَوْفُوا۟ بِٱلْعَهْدِ ۖ إِنَّ ٱلْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔولًۭا
“Dan tunaikanlah janji-janji itu, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al-Isra ayat 34).
… فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًۭا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ …
“Maka, jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”. (QS Al-Baqarah ayat 283)
Prof Jaih pun menegasakan, hukum jual beli baik PO ataupun makelar itu dibolehkan dalam Islam, asal akadnya jelas.
“Yang jelas kalau jualan online itu harus jelas akadnya. Secara Islam, makelar itu boleh, jadi wakil barang punya orang boleh, jadi wakil pembeli juga boleh. Sepanjang risiko ghararnya terjaga,” pungkasnya. []
SUMBER: OKEZONE