Kaidah penting yang perlu kita tekankan bahwa semua informasi, keyakinan, pemikiran yang bertentengan dengan al-Quran, hadis shahih maupun realita, adalah kebatilan yang tidak akan pernah bisa diterima.
Berdasarkan kaidah ini, kita bisa menilai apakah informasi tersebut benar ataukah batil,
Pertama, Allah menegaskan dalam al-Qur’an
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengetahui dengan detail. (QS. Luqman: 34)
Jika kita ditanya, mana yang lebih memungkinkan untuk diupayakan terwujud, merencanakan waktu kematian atau tempat kematian?. Misalnya si A merencanakan waktu kematian, saya ingin mati di usia 63 tahun. Sementara si B merencanakan, saya ingin mati di jogja.
Mari kita perhatikan, merencanakan usia, 100 % tidak mungkin bisa dilakukan manusia. Karena bertambah dan berkurangnya umur manusia, di luar kemampuan dan upaya manusia.
Dengan demikian, kita bisa menjawab pertanyaan di atas, bahwa tempat kematian lebih memungkinkan untuk diupayakan terwujud. Meskipun keduanya murni ada dalam kekuasaan Allah.
Kita kembali kepada ayat di atas. Pada ayat di atas, Allah menegaskan, ”tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati..”
Allah tidak berfirman, ”manusia tidak mengetahui kapan dia akan mati..” tapi yang Allah firmankan, ”manusia tidak mengetahui dimana dia akan mati.”
Jika Allah menegaskan bahwa manusia tidak bisa mengetahui tempat kematiannya, maka jelas manusia akan lebih tidak mengetahui berkaitan dengan waktu kematiannya.
Karena merencanakan tempat kematian itu lebih memungkinkan untuk lebih memungkinkan untuk diupayakan, dari pada merencanakan waktu kematian.
Sehingga ayat itu sejatinya memberikan pelajaran bagi kita, jika tempat saja manusia gak tahu, apalagi waktunya.
Tanda kematian, 100 hari, 40 hari, 7 hari, 3 hari dan 1 hari menjelang kematian, jelas sangat bertentangan dengan ayat di atas. Karena semua tanda di atas berbicara tentang kematian dalam batas waktu.
Kedua, dalam tulisan tersebut digambarkan lauhul mahfudz layaknya pohon.
”Selepas Ashar, jantung berdenyut-denyut. Daun yang bertuliskan nama kita di lauh mahfudz akan gugur..”
Di mana dalil bahwa lauh mahfudz berupa pohon berdaun?. Padahal Allah sebut lauh mahfudz berupa kitab,
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ
”Tidakkah engkau tahu bahwa Allah mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi, dan semuanya terdapat dalam kitab.” (QS. Al-Hajj: 70).
Ibnu Athiyah mengatakan,
هو اللوح المحفوظ
”Kitab itu adalah al-Lauh al-Mahfudz.”
Allah juga menegaskan,
وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَابٍ
Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh)
قال ابن عباس : هو اللوح المحفوظ
Ibnu Abbas mengatakan, “Itu adalah lauhul mahfudz.” (al-Bahr al-Muhith, 9/237).
Di ayat lain, Allah juga menegaskan,
أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ
”Seperti itulah yang mereka dapatkan dari jatah mereka yang telah tertulis dalam al-kitab.”
Al-Baghawi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan,
حظهم مما كتب لهم في اللوح المحفوظ
”Jatah mereka yang telah tertulis tentang mereka di al-Lauh al-Mahfudz.” (Tafsir al-Baghawi, 3/227).
Memahami keterangan di atas, informasi masalah kematian dan tanda-tandanya, yang sama sekali tidak menyebutkan sumber, tidak selayaknya diperhatikan, apalagi diyakini kebenarannya. []
Sumber:KonsultasiSyariah